Kita selalu menggambarkan diri kita sebagai makhluk bebas. Pilihan pilihan yang kita ambil merupakan kehendak bebas kita. Kita tidak diharuskan menjalani suatu jalan yang telah ditakdirkan untuk kita. Itulah seatu keistimewaan menjadi manusia. Di peradaban masa kini, kehendak bebas lebih dihargai, di Negara Negara demokrasi liberal, anda sebagai manusia dihargai sebagai makhluk bebas. Â Anda adalah individu yang berhak untuk bebas. Walaupun kebebasan itu juga harus dibatasi agar anda tidak merugikan orang lain.
Yang menjadi misteri selanjutnya adalah, bagaimana kita memilih sesuatu. Pertimbangan apa yang kita dapatkan untuk menetapkan pilihan tersebut. Beberapa filsuf mengutarakan tentang kebebasan dan batas batasannya kita untuk memilih. Seperti Sartre misalnya, mengatakan bahwa kita terjebak didalam kebebasan yang ada, sebagaiman kita harus memilih maka pertanggung jawaban akan melekat pada kita. Â Tapi sangat langka untuk membongkar dari mana dan apa yang sebenarnya terjadi ketika kita menentukan pilihan yang kita anggap bebas tersebut.
Mungkin sebagian kita percaya bahwa apa yang kita pilih merupakan takdir bagi kita, hidup kita telah di tentukan sebelumnya, jadi kita sebenarnya tak pernah punya pilihan bebas. Misalkan pun kita mendapatkan hak untuk memilih, sebenarnya pada akhirnya pilihan kita sudah ditentukan. Namun ada juga berpandangan untuk menggabungkan keduanya, kita memiliki pilihan dan juga ditentukan, ya sebenarnya agak membingungkan. Namun pandangan itu banyak diyakini oleh kita.
Menentukan pilihan mungkin sulit bagi sebagian orang, sebagian lainnya dapat memutuskan dengan cepat. Apalagi pilihan menyangkut kehidupan, apakah kita memilih pekerjaan sebagai admin, atau pekerja lapangan. Tentu bagi sebagian orang perlu melakukan perhitungan mana yang akan bisa dia jalani dengan bahagia, walau ada sebagian orang dengan pertimbangan tertentu, seperti mana gajinya lebih banyak atau mana pekerjaannya yang lebih santai. Dari mana dan apa yang menentukan kita akan memilih jalan ini, atau jalan itu.
Sigmud Freud pernah mencoba memecahkan darimana datangnya dorongan untuk memilih sesuatu, dan dorongan untuk menolaknya. Dia memetakan ada 3 bentuk kesadaran dalam diri manusia, ketiganya adalah unsure psikis manusia yang terpisah tetapi berinteraksi.Â
Freud menamakannya Id, Ego, dan Super-ego.
Id adalah dorongan manusia untuk mencapai kesenangan dan kepuasan, Id dapat dikatakan merupakan dorongan alamiah, atau natural. Seperti ketika kita lapar maka muncul dorongan ini agar kita segera memuaskan hasrat kita untuk makan. Kemudian Ego, ini merupakan dorongan yang menyaring dan menyesuaikan keinginan naluriah kita dengan realitas yang ada. Ego merupakan komponen untuk menyaring dorongan dari Id,dari pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Contoh ketika kita lapar namun hanya tersedia makanan udang, kita ingin makan, tapi ego mengingat bahwa kita mempunyai alergi untuk makan makanan tersebut, sehingga kita memilih untuk menunda makan pada saat tersebut. Yang ketiga adalah Superego, ini berasal dari luar diri manusia sendiri, seperti moral, nilai adat, hukum Negara, agama dll. Maka ini dipertimbangkan untuk menentukan pilihan.
Kita kembali ke permasalahan dalam pemilihan pekerjaan.Â
Ketika anda disuruh memilih untuk pekerjaan sebagai Mekanik, atau sebagai kasir di bank. Mungkin ego anda memilih untuk bekerja nyaman sebagai karyawaan bank karena nyaman di ruangan ber AC , Namun ego anda mengingat bahwa anda seseorang yang cepat bosan, dan superego anda mengingat pesan orang tua anda untuk melanjutkan usaha bengkel keluarga anda, bisa jadi anda akan memilih menjadi mekanik.
Teori Sigmud Freud ini sangat berarti dalam bidang psikologi, namun saat terbit buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari, dalam buku harari, bahwa tentang penentuan pilihan bukan hanya sekadar 3 pokok yang diatas. Harari menjelaskan pilihan kita ditentukan oleh data, Algoritma data. Data dari mana? Data yang tersusun dalam DNA, diketahui bahwa DNA mengisi tulisan dibuku tentang sifat, karakter atau catatan bentuk tubuh anda. Tentu DNA diturunkan dari awala manusia menginjakkan kaki dibumi sampai sekarang menyusun diri anda. Tentu saja catatan ini membentuk kita agar spesies kita atau spesifiknya keturunan kita dapat bertahan dan tetap eksis didunia. Tentu saja sangat sedikit perubahan mungkin akan diteruskan kepada keturunan anda ketika menyesuaikan dengan keadaan realitas saat ini.
Lalu apa hubungannya dengan pilihan, dalam buku Homo Deus Pilihan yang kita jatuhkan berasal dari catatan tersebut. Pertimbangannya dilakukan oleh data di DNA tersebut. Secara algoritma diluar kesadaran kita ketika kita memilih, sebenarnya pilihan itu sudah ada bahkan sebelum pilihan itu ditujukan kepada anda. Catatan DNA itu sebegitu detailnya sehingga mempunya sensor tersendiri terhadap suatu realitas. Ketika pilihan datang, maka neuron diotak anda segera mencocokan dengan catatan yang ada didalam diri anda sehingga anda dapat menentukan pilihan. Maka alas an dan rasionalisasi pilihan anda datang sesudahnya, anda hanya membenarkan pilihan anda, yang secara tiba tiba datang. Kehidupan anda tergantung catatan DNA yang ada pada anda, Anda tidak secara sadar memilih, tapi sudah terpilihkan.
Kita belum tahu perkembangan science selanjutnya untuk mengungkapkan hal ini. Tapi pada saat membaca buku Homo Deus, saya tahu untuk menyalahkan siapa, ketika pilihan yang saya ambil memiliki dampak yang kurang menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H