Hujan dan badai menerpa di setiap sudut menjadi gelap gulita
Bumi marah dan langit pun merintihkan air mataÂ
Pohon pepohonan tumbang meronta,Â
Batu bebatuan mengikis merata,Â
Super marketing tempat mengadu nasibÂ
Pemberi seribu harapan bukan hanya segenggam bekal sehariÂ
Ternyata super marketing itu tersapu rata bagai hujan membasahi
Dan semua tanaman terbasmi bagai longsor bumi menggoncangÂ
Kini batu pasir telah meratakanÂ
Tembok beton pun di dudukan
Tiang besi juga di berdirikan kokoh
Tower tertanam siap menginjak dan membunuhÂ
Setiap sudut ruang terang benderangÂ
Secercah harapan terhanyut di telang
Mau mengadu kepada siapa lagi?
Tubuh yang kekar layulah sudah ditangan besi
Tubuh ini lapar juga dahaga
Kering bagaikan hanya seseorang di gurun sahara
Mau cari dimana lagi? Kepada siapa lagi?
Tanahku telah di remuk kini jantungku tak berdegup
Bumi menggoncang langit pun mendung
Laut menderu pohon pun tumbang
Hujan badai datang tanpa diundang
Namun itu hanyalah tipu sebab pasti ada sebab
Jiwa yang tenang dan hati damai kini di rengut hilang dalam badai yg tak akan bersemi kembaliÂ
Semua mengalir deras dan terhanyut terbawa arus dalam suasana era modern
Semua yang dulu merindu kini tinggal bayang semuÂ
Semua mau menjadi matahari biar menerangi jagad raya
Mencakar langit dalam setitik kolong carum
Tak duga itu hanya membuka pancaran terik panas membakar tubuh
Untuk menjadi cahaya di tengah kebohongan yang gelap tapi itu bukan saatnya sebab itu hanyalah sebuah fatamorgana yg menerawang tapak batas waktu.Â
...
( YT )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H