Kedua. Proses kepolisian yang "diduga" sebagai akibat lambatnya pemberian pertolongan medis.
Polres Labuhan batu yang tiba di lokasi langsung membawa keduanya menggunakan mobil patroli. Saat itu kondisi Fery sudah kritis akibat luka serius di bagian kepala dan sekujur tubuh. Kendati demikian, mereka tetap menjalani pemeriksaan polisi.
Sementara itu, orang tua Fery yang mengetahui peristiwa tersebut, langsung datang ke kantor polisi untuk mengecek anaknya. Saat itu kondisinya semakin buruk, karena lama berada di kantor polisi dan belum mendapatkan tindakan medis.
Berdasarkan pengakuan ibu korban Dewi, untuk dapat membawa dan mengeluarkan Fery, orang tua korban bahkan ditengarai harus memberikan uang damai Rp 2.5 juta. Tetapi oleh ayah korban di berikan uang damai sebesar 2 juta. Namun ketika sang anak dalam penanganan medis, nyawa Feri tidak dapat diterselamatkan.
Sungguh sangat disayangkan jika tindakan aparat tersebut adalah "benar". Ini menyangkut nyawa seseorang, bagaimana bisa menunda memberikan pertolongan pertama pada korban yang dalam keadaan kritis. Â
Meskipun demikian, saya yakin  Polres Kab. Labuhanbatu akan segera memproses para pelaku penganiayaan. Saya juga berharap adanya klarifikasi terkait proses selama di kantor polisi, sehingga korban tidak langsung mendapatkan penanganan medis.
Ibu korban, Dewi mengaku sulit menerima kematian anaknya. Dia tak tahu pasti persoalan, namun hanya mendengar jika anaknya disebut mencuri ayam.
Saat ini Dewi hanya berharap agar para pelaku penganiaya anaknya diproses sesuai aturan yang berlaku. Keluarga akan menempuh jalur hukum atas aksi sadistis mereka yang menganiaya anaknya hingga meninggal.
Saya sangat menyesalkan kedua hal tersebut, tindakan main hakim sendiri dan proses oleh aparat yang membuat terlambatnya pertolongan medis.
**
Hal senada juga diungkap oleh seorang rekan yang baru saja kenal di media sosial.