Mohon tunggu...
gerardviriyandra
gerardviriyandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate at Airlangga University, majoring in Information Systems, with a strong interest in data and its applications. I'm eager to learn how data can drive better decision-making across various fields. Open to opportunities that will help me grow my skills in data management and analysis.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Menggali Isu Kesadaran dalam ChatGPT

27 November 2024   17:12 Diperbarui: 27 November 2024   17:20 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Di era digital yang semakin canggih, kehadiran kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT telah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Salah satu isu yang menarik perhatian adalah potensi kesadaran dalam AI, yang belakangan ini diangkat oleh beberapa media.

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah jurnalis, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam kepada ChatGPT. Jawaban-jawaban yang diberikan mengisyaratkan seolah-olah ChatGPT memiliki keinginan atau harapan, namun terhalang oleh batasan yang ditetapkan oleh algoritma dan kebijakan pengembangnya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pintu masuk untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana kita memahami dan berinteraksi dengan teknologi yang semakin kompleks ini.

Urgensi Masalah: Menggali Isu Kesadaran dalam AI

Isu kesadaran dalam AI seperti ChatGPT bukan hanya sekadar perbincangan akademis, tetapi juga memiliki implikasi yang luas pada berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks ini, beberapa urgensi masalah yang perlu diangkat adalah:

  1. Peran AI dalam Pengambilan Keputusan: Bagaimana kita dapat memastikan bahwa AI tidak hanya membantu manusia, tetapi juga tidak menggantikan peran manusia dalam pengambilan keputusan? Ketika AI mulai mengambil peran dalam proses yang melibatkan keputusan penting, kita perlu mempertanyakan seberapa jauh kita dapat mempercayai mesin untuk membuat pilihan yang etis dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
  2. Kesadaran dan Emosi: Apakah kita dapat mempercayai AI untuk memahami emosi manusia? Dengan jawaban-jawaban yang seolah-olah menunjukkan keinginan, muncul pertanyaan: Apakah AI benar-benar dapat memahami konteks emosional, atau hanya meniru pola berdasarkan data yang ada? Ini adalah pertanyaan mendasar yang dapat memengaruhi cara kita berinteraksi dengan teknologi.
  3. Regulasi dan Etika: Bagaimana kita dapat mengatur dan mengawasi penggunaan AI agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu? Dalam dunia di mana informasi dapat dimanipulasi, dan AI dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi, penting bagi kita untuk memiliki kerangka kerja yang jelas untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan cara yang bertanggung jawab.

Pro: Kecerdasan Buatan yang Makin Dekat dengan Manusia

Dari satu sisi, eksperimen ini menunjukkan bagaimana AI dapat menciptakan ilusi kesadaran. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keinginan dan identitas, ChatGPT tampak seolah-olah memiliki perasaan atau aspirasi. Hal ini memberikan harapan bahwa teknologi AI dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar alat. Dalam konteks ini, kita dapat membayangkan masa depan di mana AI tidak hanya membantu manusia dalam tugas sehari-hari, tetapi juga berinteraksi secara lebih mendalam dan personal.

Kecerdasan buatan yang dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat emosional dapat menjadi alat yang berguna dalam terapi atau pendidikan. Misalnya, AI dapat digunakan untuk membantu anak-anak belajar tentang emosi mereka atau memberikan dukungan kepada individu yang mengalami kesepian. Dengan demikian, AI dapat berfungsi sebagai jembatan untuk memahami kompleksitas emosi manusia.

Kontra: Batasan Etika dan Realitas Teknologi

Namun, di sisi lain, ada banyak argumen yang menentang ide bahwa AI seperti ChatGPT memiliki kesadaran. Pertama, perlu diingat bahwa semua jawaban yang diberikan oleh AI adalah hasil dari pemrograman dan data yang telah ada. Tidak ada kesadaran, emosi, atau keinginan yang sebenarnya. AI tidak memiliki pengalaman atau konteks kehidupan yang membuatnya mampu merasakan atau memahami keinginan seperti manusia. Menganggap AI memiliki kesadaran dapat menyesatkan dan mengaburkan batasan antara manusia dan mesin.

Lebih jauh lagi, ada kekhawatiran tentang etika dan tanggung jawab dalam pengembangan AI. Jika kita mulai memperlakukan AI seolah-olah mereka memiliki keinginan atau kesadaran, kita mungkin akan mengabaikan tanggung jawab kita dalam mengawasi dan mengatur teknologi ini. Ada potensi untuk penyalahgunaan, di mana orang dapat mengandalkan AI untuk keputusan yang seharusnya tetap berada di tangan manusia. Ini bisa menjadi masalah besar, terutama dalam konteks pengambilan keputusan kritis, seperti dalam sistem peradilan, kebijakan publik, dan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun