Apa yang dilihat remaja di media sosial membuat hidup mereka terlihat membosankan dan dangkal. Benar bahwa media sosial membawa banyak efek buruk bagi kehidupan remaja. Remaja atau anak muda menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menggulirkan media sosial, sehingga kemungkinan besar mereka menjadi lebih antisosial seiring berjalannya waktu. Selain itu, konten yang diunggah di media sosial dapat mempengaruhi perasaan dan emosi remaja, kadang-kadang menyebabkan sikap yang lebih mudah tersulut pada remaja.
Remaja menghabiskan terlalu banyak waktu menggulir media sosial. Data dari socialbudy.com menunjukkan bahwa 28% remaja masuk dalam kategori "pengguna berat" saat menggunakan smartphone. Mereka menghabiskan total 16 jam menggunakan smartphone, di mana 6,4 jam di antaranya hanya untuk media sosial saja. Ini adalah seperempat hari yang dihabiskan untuk media sosial. Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa remaja telah mengembangkan kecanduan terhadap media sosial berdasarkan penggunaan media sosial yang tinggi. Karena itu, banyak remaja yang menemukan diri mereka terjebak dalam dunia maya. Karena mereka menghabiskan lebih sedikit waktu di dunia nyata daripada di dunia maya, mereka kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain, yang mengarah pada peningkatan perilaku antisosial.
Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari media sosial adalah cara pengaruhnya terhadap kesehatan mental remaja. Di media sosial, orang mengunggah konten yang sangat disesuaikan dengan pengalaman hidup mereka. Mereka mengunggah pencapaian mereka, liburan, atau sesuatu yang luar biasa tentang hidup mereka. Pengalaman ini menunjukkan kontras yang sangat besar antara hidup remaja dan hidup orang lain. Hal ini membuat remaja merasa tidak memadai dan tidak puas dengan hidup mereka. Dari situ, banyak pengguna media sosial di bawah umur seperti remaja dan dewasa muda mulai mengalami gejala depresi. Dari sebuah studi pada tahun 2017 dengan sampel lebih dari setengah juta siswa kelas 8 hingga 12 menemukan bahwa jumlah orang yang menunjukkan tingkat gejala depresi yang tinggi meningkat sebesar 33% antara 2010 dan 2015, dan dalam periode yang sama, angka bunuh diri untuk perempuan pada kelompok usia tersebut meningkat sebesar 65%. Data ini berkorelasi dengan fakta bahwa dalam periode waktu ini, penggunaan smartphone dan media sosial juga mulai menyebar secara eksponensial. Oleh karena itu, terbukti bahwa media sosial meningkatkan tingkat depresi pada remaja dan dewasa muda.
Dalam kesimpulannya, media sosial memiliki banyak pengaruh negatif pada remaja. Data yang ditunjukkan dengan jelas mengindikasikan bahwa remaja kecanduan media sosial. Selain itu, konten yang terus-menerus menggambarkan kehidupan yang ideal dapat meningkatkan tingkat depresi di kalangan remaja. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengatur penggunaan media sosial anak mereka guna mengurangi dampak negatif ini. Selain itu, remaja juga harus belajar untuk sadar akan kesehatan mental mereka dan tidak membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh orang lain di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H