Ketika duduk di bangku sekolah, pasti pernah mendengar pernyataan bahwa laut itu merupakan wilayah terluas di dunia. Bisa dibilang mencakup sekitar 70% dari total permukaan bumi.
Karena itu, tentunya laut memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan internasional.
Selain memiliki sumber daya alam yang berharga, laut juga dapat menjadi jalur perdagangan sebuah negara dan memiliki nilai strategis yang tinggi.
Dengan potensi yang dimiliki, tidak mengherankan jika banyak negara berlomba-lomba untuk mendapatkan dan menguasai bagian-bagian tertentu dari laut.
Hal tersebut sering memicu perselisihan dan sengketa, tentu hal itu dapat berdampak luas di berbagai sektor. Sektor yang dimaksud seperti ekonomi, politik, dan militer.
Dari begitu banyak perselisihan dan sengketa tentang laut, ada satu sengketa yang urgensi penanganannya. Perselisihan dan sengketa yang saya maksudkan adalah konflik di Laut China Selatan (LCS).
Perselisihan dan sengketa di Laut China Selatan merupakan konflik yang berkaitan dengan kepemilikan atau kedaulatan atas wilayah laut maupun pulau-pulau di daerah tersebut.
Adapun negara yang terlibat dalam konflik ini LCS ini antara Republik Rakyat China (RRC) dengan negara-negara lainnya seperti India, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.
Klaim atas wilayah tersebut berasal dari berbagai dasar, seperti sejarah, geografi, dan faktor-faktor lainnya, yang membuat perselisihan semakin rumit.
Republik Rakyat China (RRC) sendiri menyatakan kepemilikan mereka atas wilayah tersebut berasal dari ribuan tahun yang lalu, sementara lainnya juga memiliki klaim historis atas sebagian wilayah Laut China Selatan.
Tidak ada pihak tunggal yang dapat ditunjuk sebagai pemicu konflik ini, karena sengketa wilayah di Laut China Selatan telah berlangsung bertahun-tahun dan melibatkan sejumlah negara yang saling bersaing untuk menguasai wilayah tersebut.