Mohon tunggu...
Gerald Limat Hasian
Gerald Limat Hasian Mohon Tunggu... Lainnya - Founder of Public Policy Institute | Content Creator | Economic Analyst

doing the best to get your dream.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Tapera", Apakah Sudah Sesuai dengan Pasal Ekonomi Pada UUD 1945?

16 Juni 2020   11:05 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:11 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pemerintah mempunyai rencana untuk melaksanakan Program Kerja Tabungan Perumahan Rakyat(Tapera). Program ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020. 

Berdasarkan pasal tersebut Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. 

Peserta yang mengikuti program kerja pemerintah ini  berdasarkan PP 25 tahun 2020  adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar Simpanan. 

Nantinya, peserta Tapera khususnya terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri dengan besaran simpanan 3% dari gaji yang mana 2.5% akan ditanggung pekerja itu sendiri sedangkan 0.5% akan ditanggung perusahaan tempat kerjanya. 

Apabila telat melakukan pembayaran akan didenda sebesar 0.1% dari tagihan yang dibayarkan. Tujuan diadakan Tapera  menurut Jokowi  sebagai upaya untuk membentuk sistem yang memberi mekanisme kemudahan dan perlindungan bagi para pekerja, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, untuk memenuhi kebutuhan papan. Menurutnya sistem ini seperti sistem gotong royong yang terdapat pasal pasal 33 ayat 1 UUD'45 .

Pasal UUD'45 yang berhubungan dengan Tapera salah satunya adalah pasal 33 ayat 1,3. Asas gotong royong yang dikatakan oleh Jokowi terdapat pada pasal 33 ayat 1 tentang sistem kekeluargaan,hal tersebut sebenarnya kurang berkorelasi dikarenakan asas kekeluargaan yang tertulis didalam pasal 33 ayat 1 harus berdasarkan kesukarelaan antara kedua belah pihak yaitu dari pemerintah dan dari masyarakat untuk mencapai suatu mufakat, dilihat dari implementasi dilapangan issue ini awal mencuat saja tidak diketahui masyarakat luas dan tiba- tiba langsung melaksanakan kebijakan pada tahun 2021.  

Berdasarkan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Maksud dalam pasal ini bahwa setiap kebijakan pemerintah dilakukan diharapkan meningkatkan kemakmuran rakyat,tetapi hal tersebut sedikit bertolak belakang dengan realisasi dilapangan yang mana kebijakan ini dibuat setelah adanya kebijakan penghapusan kelas BPJS dan ini akan memberatkan masyarakat karena akan menurunkan daya beli masyarakat. 

Selain itu, dengan adanya Tapera ini akan mengurangi kesejahteraan bagi masyarakat karena selain Tapera ada iuran BPJS,PPH 21 dan untuk kebutuhan pribadi. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi terlebih dahulu effek pengganda dari penerapan kebijakan ini terhadap kesejahteraan masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun