Dia merasa gembira saat pulang
Semuanya tidak seperti waktu lampau
Jiwa itu telah membuat petanya sendiri
berlayar menuju ruang yang tampak asingÂ
Dua tahun berlalu sejak dia berpakta
Jarak telah melenyapkan eksistensinya
Setiap malam, rindu datang menyapa
Tentang ingatanya di kedai waktu itu
Cita-cita dan cinta terkunci dalam pikiran
Tertutup oleh awan dikala hujan
Keadaan membuatnya memberontak
Untuk bebas dan berteriak
Pena tergoreskan diatas kertas
Pujangga itu menyelipkan rasa melalui kata-kata
Dia berteriak dengan nada paling senyap
Tak seorang pun mendengar kesedihanya
Bekas sayatan pena di kertas menjadi bukti
Tentang perasaannya yang tercabik-cabik
Tapi itu semua hilang ditelan bumi
sejak saat itu perasaannya telah matiÂ
Ribuan kata telah dia tulis
Tidak ada satupun yang menjadi puisi
Semuanya seperti omong kosong
Dia tidak lagi berpuisi
Matanya tak lagi menyala
Seperti semua kalimat indahnya
Pujangga itu merasa rapuh
Hingga semua wanita dianggapnya samaÂ
Batinnya sibuk mencari kosakata
Cintanya pada wanita itu sangat lama
Seperti kaum indie yang menyembah senja
Menunggu lama demi keindahan yang fana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H