Mohon tunggu...
Geosa Dianta
Geosa Dianta Mohon Tunggu... wiraswasta -

dreamer! hobi beli buku dan menulis tentang hal-hal sosial dan psikologi manusia . \r\nsila longok-longok blogku di bukulife.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pohon Buah yang Makin Langka di Rumah Kita

18 September 2012   01:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:19 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_212989" align="aligncenter" width="300" caption="sumber:deptan.go.id"][/caption]

Apakah ada sepiring buah di meja makan anada hari ini? Buah apa saja? Darimana mendapatkannya? Saya yakin rata-rata dari anda akan menjawab ‘beli laaah..’’ so what??

Suatu ketika demi hasrat pengen mangga, akhirnya saya lari ke supermarket terdekat untuk mencari buah hijau itu.Setelah mengambil beberapa, akhirnya ditimbang dan diberi label harga oleh pelayannya. 2 kilo lebih dan wooww, harganya?? Saya harus menguras kantong hampir 40 ribu untuk 2 kiloan mangga. Manyun sudah. Dengan berat hati kukembalikan sekantong plastik mangga itu. Ga jadi!! Ogah! Duhhh, mahal amat sih harga buah-buahan sekarang. Dari survey harga buah saja cukup menguras kantong, padahal buah-buahan itu buah lokal danmudah hidup disekitar kita. Mangga misalnya dihargai 13-20 ribu tergantung jenisnya. Papaya perkilo bisa Rp.4000, melon Rp.5000/kg, jambu merah Rp.7000/kg, Sawo rp.10.000/kg, Jambu Air Madura Rp.15.000/kg, Pisang ambon/hijau Rp.10-15rb/sisir. Pisang raja lebih mahal lagi, apalagi Pisang Cavendish yang impor itu. Duuhh, jadi ga selera (catatan: ini buah2an yang sering saya makan).

Ketika tinggal di jogja dan di Jakarta denganlahan terbatas (strata S3-sangat-sempit-sekali) saya baru menyadari nikmatnya tinggal di daerah yang ada kebun atau pekarangan. Lebih lagi pohon mangga di depan rumah itu selalu menghantui dan menari-nari di benak saya. Oalaaah… enak banget kalo bisa makan mangga, …slrrrpp…

[caption id="attachment_212990" align="aligncenter" width="300" caption="panen mangga di rumah sendiri. dok.pribadi"]

1347931097898951018
1347931097898951018
[/caption]

Tapi apa mau dikata, masyarakat sekarang lebih berorientasi pada hal-hal yang instanst. Cari buah? Lari aja ke pasar. Supermarket kalo perlu, lebih komplit. Termasuk kemudian memangkas habis lahan yang ada dirumah full bangunan. di banyak perumahan apalagi, lebih parah. Contohnya dilingkungan rumah saya. Sama sekali tak ada lahan yang tersisa, bahkan hanya sekedar taman untuk penyejuk mata. Kesannya jadi garing dan gersang. Bagaimana mo nanam pohon-pohon besar, apalagi pohon buah?

Dan pilihan terakhir hanyalah dengan membeli.

Kalo sudah begini 10-20 tahun kedepan, pohon buah secara kontinu lenyap dari rumah-rumah kita. Sampai kapan akan mengandalkan buah-buah impor yang merajai pasar lokal yang kebanyakan kaya akan kandungan pestisida? Maka, sejenak, tengoklah halaman rumah anda, dan carilah alternatif tanaman buah yang masih bisa ditanam. Jika terlalu sempit, pilihlah tabulampot dengan bermacam varian buahnya. Jika masih terasa longgar, buanglah biji-biji buah yang telah anda makan, papaya, belimbing,mangga, markisa, sawo, kelengkeng, rambutan, jambu air. Biarkan saja mereka tumbuh menghiasi dan meneduhkan rumah anda. Sekaligus kita telah menekan kebutuhan buah impor yang merajalela. Apa salahnya memetik buah di halaman sendiri, organik lagi. Lebih sehat kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun