Kembali lagi bersama saya di artikel keenam saya ini. Pada artikel kali ini kita akan membahas hal yang sedikit berbeda, yaitu mengenai demokrasi, khususnya demokrasi kebebasan beragama di negara kita tercinta ini, Indonesia.Â
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia ini menurut saya merupakan salah satu contoh demokrasi yang baik. Contoh paling nyatanya adalah ketika diadakan pemilu untuk mmeilih jabatan tertinggi dalam pemerintahan yaitu presiden. Indonesia memiliki sistem pemilu yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Selain itu pun seorang presiden hanya dapat terpilih maksimal selama 2 masa jabatan saja. Praktik pemilu ini menunjukkan salah satu contoh nyata demokrasi yang berjalan dengan sangat baik di Indonesia ini.Â
Namun, dibalik itu semua memang masih banyak praktik demokrasi yang kurang baik di Indonesia. Beberapa saat akhir ini, sering terjadi peristiwa -- peristiwa di mana warga Indonesia sulit untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Salah satunya adalah mengenai kebebasan beragama. Dalam pengertiannya yang murni, kebebasan beragama (religious liber- ty atau religious freedom)Â memiliki empat aspek utama; kebebasan nurani (liberty of conscience), kebebasan mengekspresikan keyakinan keagamaan, (liberty of religious expression), kebebasan melakukan perkumpulan keaga- maan (liberty of religious association) dan kebebasan untuk melembagakan ajaran keagamaan (liberty of reli-gious institutionalization). Dari keempat aspek tersebut, yang paling mempengaruhi aspek lainnya menurut saya adalah kebabsan nurani. Seseorang memiliki kebebasan yang hampir mutlak untuk memilih sesuatu. Begitu pula dengnan agama, seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan tidak memilih agama.
Dengan batasan di atas, maka kebenaran pribadi harus dianggap sebagai sebuah nilai yang paling luhur dan agung (supreme value). Ia menghendaki sebuah komitmen serta pertanggungjawaban pribadi yang mendalam. Akan tetapi, mengingat banyak perbuatan destruktif yang dilakukan atas nama agama, maka perlu ada aturan main yang dapat menertibkan lalu lin- tas hak kebebasan beragama. Untuk tujuan inilah kebebasan harus dilihat dari dua dimensi; dimensi internal dan dimensi eksternal. Kebebasan nurani (liberty of conscience) masuk dalam dimensi internal sedangkan kebebasan mengekspresikan ajaran agama, kebebasan membentuk asosiasi keagamaan serta kebebasan melembagakan ajaran agama masuk dalam dimensi eksternal. Jika dimensi internal sifatnya absolut, maka dimensi eksternal bersifat relatif, dalam arti bahwa hak untuk mengekspresikan keyakinan keagamaan, hak me- lembagakan ajaran agama serta hak untuk membentuk asosiasi keagamaan terkait erat dengan institusi sosial lainnya seperti hukum dan politik.Â
Dalam konteks kebebasan beragama, prinsip demokrasi merupakan se- buah konsep politik ideal karena ia dibangun di atas kesadaran manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan berkehendak. Manusia, tanpa membedakan kelas, etnis maupun struktur sosial, sebenarnya diberkati oleh Tuhan suatu kepercayaan diri dan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri tanpa adanya interfensi pihak-pihak lainnya.Â
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa demokrasi termasuk suatu prinsip politik yang dijalankan sesuai dengan kehendak alam. Oleh karena itu asumsi bahwa demokrasi tidak sejalan dengan perkembangan masyarakat tidaklah benar. Keterkaitan antara demokrasi dengan kebebasan agama memang telah menjadi suatu permasalahan politik modern. Ini merupakan konsekuensi logis dari prinsip demokrasi. Maka dari itu, saya ingin mengajak pembaca semuanya untuk tidak membeda -- bedakan seseorang hanya karena agama yang dianutnya. Hargailah setiap orang yang memiliki kebebasan untuk beragama. Sampai jumpa di artikel saya selanjutnya. Terima kasih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H