Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP No. 82 Tahun 2001 pasal 1 ayat 11). Kualitas air dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kegiatan manusia dan jenis tutupan lahan di sekitar sumber air.Â
Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun di sekitar badan air yang dapat meningkatkan potensi masuknya zat pencemar ke badan air.Â
Wang dan Zang (2018) dan Duwig et al., (2014) menyatakan bahwa radius pemanfaatan lahan yang sangat berpengaruh pada pencemaran air adalah pada radius 100-500 m. Oleh karena itu, setidaknya dalam radius 500 m dari badan air tetap dipertahankan tutupan lahan berupa vegetasi guna untuk menjaga kualitas air.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk akan berpotensi terjadi penurunan kualitas air, terutama di daerah perkotaan yang cenderung memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi, salah satunya Kota Depok. Untuk mengendalikan hal tersebut pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang bertujuan untuk melakukan penjagaan kualitas air yang ada di Indonesia.Â
Dalam PP No. 82 Tahun 2001 pasal 4 ayat (1) (2) dijelaskan bahwa (1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. (2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air. Pemerintah Kota Depok juga mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 4 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan dan Pemanfaatan air limbah.Â
Dengan adanya peraturan daerah tersebut, pemerintah mengharapkan agar air limbah baik domestik ataupun industri tidak menyebabkan penurunan kualitas air terutama terhadap sumber air bersih. Tetapi, peraturan tersebut belum mampu untuk mencegah terjadinya peningkatan pencemaran air di kota-kota yang ada di Indonesia, khususnya Kota Depok.Â
Kasus pencemaran telah banyak terjadi beberapa tahun terakhir, dimana terdapat situ di Depok yang tercemar, khususnya oleh limbah rumah tangga dan industri, seperti pada berita yang bersumber dari Kompas.com tahun 2019 "Situ di Depok Rata-rata Tercemar Limbah Rumah Tangga" dan bersumber dari ayojakarta.com tahun 2019 "Limbah di Depok Lebihi Beban Pencemaran", serta hasil penelitian dari Universitas Trisakti dalam Jurnal Bhuwana pada tahun 2021 yang menyatakan bahwa status mutu air Situ Jatijajar (Kecamatan Tapo) dan Situ Gadog (Kecamatan Cimanggis) termasuk ke dalam kategori tercemar ringan, dengan parameter yang diukur berupa PH, BOD, COD, DO, Fosfat, Nitrat, Fecal Coliform, Total Coliform, Minyak Lemak, dan Deterjen melalui metode IP (Indeks Pencemar). Pencemaran tersebut terjadi karena adanya pengaruh limbah yang berasal dari kegiatan di sekitar situ yang mengalir masuk ke dalam situ tersebut, terutama limbah yang berasal dari permukiman.Â
Dalam radius 500 m dari Situ Jatijajar terdapat terminal bus antar kota, rumah makan, permukiman dan hutan kota. Sedangkan radius 500 m dari Situ Gadog terdapat pasar tradisional, permukiman, perumahan dan rumah pemotongan hewan yang akan mempengaruhi kualitas situ-situ tersebut. Perbedaan jenis aktivitas manusia dikedua situ tersebut menyebabkan perbedaan indeks pencemaran, dimana Situ Jatijajar lebih tercemar dibandingkan Situ Gadog.
Gambar 1. Radius 500 m dari Situ Gadog, Kecamatan Cimanggis
Gambar 2. Radius 500 m dari Situ Jatijajar, Kecamatan Tapos