Mohon tunggu...
Geofakta Razali
Geofakta Razali Mohon Tunggu... Dosen - Nata Academy

Pemerhati Postmodernisme dan Komunikasi Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Psikologi Fanatisme dan Penyebaran Hoaks Era Homo Digitalis

1 Juli 2022   10:27 Diperbarui: 3 Juli 2022   09:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, dalam Analisa ini agar tidak miskonsepsi. Fanatisme tidak selalu negatif, namun dapat juga positif. Maka dari itu, fanatisme sangat melibatkan sudut pandang.

Hal yang perlu kita salami pertama kali adalah, mengapa orang menjadi fanatis dalam media sosial? Bagaimana dimensi psikologis orang-orang fanatisme tersebut?

Sebelumnya, dimensi-dimensi tersebut bermula dari cara berpikir, yang kemudian akan mempengaruhi cara bersikap dan cara berinteraksi. Apalagi seperti yang Heidegger bilang tentang bagaimana manusi asekarang mengabil realitas dari teknologi.

Secara psikologis, Kalmer Marimaa menyebutkan ciri-ciri orang fanatisme adalah: memiliki keyakinan dan keteguhan mutlak atas kebenaran dari pemahamannya sendiri, cenderung devosi pengorbanan diri untuk sebuah tujuan.

Fanatisme dimungkinkan juga karena kemajemukan kepemikiran akan pilihan kultural. Justru jika kita pelajari, orang-orang dengan tipe homogen dan terisolasi secara psikologis tidak akan muncuk problem fanatisme sebab semua anggota bisa dipastikan sepakat dengan nilai yang ada.

Maka dari itu, seperti yang dimaksudkan Heidegger, terkait dengan hoaks dalam dunia digital dan komunikasi, membuat manusia mustahil untuk mengisolasi diri. Justru, kebebasan berpikir dalam nikai, keyakinan, dan pilihan dalam banyak pilihan kultural membuat fanatisme ikut menjadi pilihan dan ambil bagian dalam kultural itu sendiri.

Lingkungan juga tentu memiliki pengaruh besar pada orang-orang fanatik. Psikologi fanatik tersebut di dukung oleh pesan komunikasi di internet yang ikut memodifikasi perilaku, karakter, dan sikap yang menentukan perubahan sosial.

Analisa saya juga berlangsung ketika kita kembali pada Pemilu Presiden di tahun 2019 yang secara nyata mengahsilkan dua kubu fanatisme Joko Widodo dan Ma'ruf Amin lawan kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Kubu masing-masing bersemangat menyebarkan hoaks dan berbagai ujaran kebencian dalam bentuk kampanye hitam yang terindikasi ingin membenarkan sebuah pilihan dan argumennya.

Dengan ini, kita dapat melihat ada bakat seseorang menjadi fanatik. Kalmer Marimaa mengungkapkan secara psikoanalisis tipe ini memiliki gangguan teknis indentitas personal (transpersonal identity disorder).

Mengapa kemudian orang-orang fanatik ini berpotensi untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian?

Karena orang-orang ini tidak mau menyesuaikan isi kepala dengan dunia, namun sebaliknya. Memaksa dunia untu sesuai denga isi kepala mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun