Masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di Pulau Jawa pasti pernah mendengar nama Dangdut Pantura. Sesuai namanya, Dangdut Pantura berkembang di kota-kota yang terletak di kawasan pantai utara Jawa atau yang biasa disingkat dengan sebutan Pantura. Dangdut Pantura dikenal karena punya ciri khas yaitu lagu-lagunya yang berirama keras dan bertempo cepat.
Lirik dari lagu-lagu Dangdut Pantura umumnya bertema tentang kisah percintaan, baik yang sedang bahagia atau yang dilanda kesedihan. Meskipun demikian, ada pakem yang berlaku yaitu bahwa semua lagu Dangdut Pantura harus bisa digunakan untuk berjoged. Goyangan para penyanyi Dangdut Pantura yang dinamis, heboh dan bahkan terkadang menjurus ke seronok juga menjadi citra yang melekat pada musik ini.
Fenomena Dangdut Pantura yang telah menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa mulai menarik perhatian banyak orang untuk diulas dan didokumentasikan. Salah satunya adalah Arum Tresnaningtyas Dayuputri, seorang seniman fotografi yang menekuni proyek dengan titel Dewi Pantura. Proyek tersebut mengangkat kisah seorang penyanyi Dangdut Pantura bernama Diana Sastra beserta grup musiknya, baik ketika beraksi di atas panggung maupun saat di balik pentas. Cerita tentang Diana Sastra dalam Bahasa Inggris bisa dibaca di blog Arum berikut: https://aumdayu.wordpress.com/2013/02/12/goddes-of-pantura/
Setahun berikutnya, Dewi Pantura berkesempatan untuk pameran keliling di lima kota yang berada di kawasan Pantura, yaitu Brebes, Tegal, Kuningan, Indramayu dan Cirebon. Pameran secara khusus berlokasi di panggung-panggung pertunjukan dangdut dan dikemas dalam format koran cetak 8 halaman yang dibagikan secara gratis kepada publik. Dewi Pantura juga pernah dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia dalam rangkaian Jakarta International Photo Summit, 2014.
Dengan didukung oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Arum berangkat ke New York untuk mempresentasikan karya foto Dewi Pantura yang diberi judul dalam bahasa Inggris yaitu Goddess of Pantura. Arum melakukan presentasi sebanyak dua kali yaitu di Herbert F. Johnson Museum of Art pada tanggal 25 Maret 2017 dan sebagai pembicara pada kelas History and Asia Studies yang berlangsung di Cornell University pada tanggal 28 Maret 2017.
Aura goyangan Dangdut Pantura yang terpancar dari foto-foto tersebut nampaknya mengundang keingintahuan dari masyarakat New York. Sebagian besar dari mereka baru saat itu mendengar tentang adanya fenomena musik yang heboh seperti Dangdut Pantura. Gambar tentang pertunjukan dangdut yang penuh warna dan antusiasme penonton yang tumpah ruah berjoged di depan panggung adalah hal yang baru bagi mereka.
Dengan diperkenalkannya musik Dangdut Pantura di New York, diharapkan masyarakat Amerika Serikat dapat memiliki pemahaman yang luas tentang kehidupan sosial budaya di Indonesia. Indonesia punya kebudayaan yang sangat beragam dan dinamis, tak hanya warisan budaya yang telah diturunkan dari nenek moyang, namun juga budaya kontemporer seperti musik dangdut yang semakin populer di kalangan akar rumput. Bukan tidak mungkin bila di masa depan, dangdut akan meraup banyak penggemar di Negeri Paman Sam.