Guillaume Sanchez adalah warga negara Perancis yang punya latar belakang sebagai seorang seniman. Di usianya yang masih muda, ia bertekad untuk melakukan sesuatu yang akan memberinya pengalaman luar biasa dan bahkan kemungkinan mengubah jalan hidupnya di masa depan. Ia mantap berkeliling dunia untuk belajar tarian daerah secara langsung di tanah asalnya. Proyek yang ia namai Dance Around The Globe ini seolah menjadi perpaduan antara dua passion yang dimilikinya: menari dan berpetualang.
Gium, demikian ia memperkenalkan dirinya, memilih Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi dalam proyek ini. Pada akhir tahun 2015, Ia tinggal di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah yang memang terkenal sebagai salah satu pusat budaya Dayak. Ia mendapat kesempatan untuk belajar tarian Dayak kepada para maestro selama tujuh hari. Tarian yang diajarkan adalah Pegah Penyang yang menunjukkan kewibawaan orang Dayak.
Seluruh proses belajar dan petualangan Gium di Palangkaraya secara khusus diabadikan dalam sebuah film dokumenter yang disutradarai oleh Pierce Vaugn, sepupunya. Ia menggandeng Borneo Productions International sebagai mitra lokal dalam pembuatan film ini. Saudaranya yang lain, Bjorn Daniel Vaughn bertindak sebagai co-producer.
Mulai tanggal 7 Maret 2017, Dance Around The Globe meluncurkan webseries tentang kisah Gium dalam menyelami budaya Dayak. Dengan judul 'Finding The Warrior Within', terdapat enam episode yang secara berkala diunggah di saluran Youtube resminya. Kita diajak untuk ikut mengeksplorasi budaya Dayak bersama Gium melalui tayangan yang tak hanya menghibur namun juga menginspirasi.
Proses belajar tari Pegah Penyang sama sekali tidak gampang bagi Gium. Ia menilai bahwa tarian ini sangat spiritual sehingga bahkan ada beberapa tes mental yang ia jalani. Ia juga harus menari tanpa alas kaki sehingga menyebabkan kakinya jadi lecet-lecet. Di negara asalnya, ia terbiasa menari dengan menggunakan sepatu. Dalam beberapa episode, Gium terlihat cukup kesakitan karena menahan perih akibat luka pada kaki yang ia balut dengan perban.
Tak hanya sekedar belajar tari, Gium juga menyelami kehidupan Dayak secara lebih luas. Hal ini karena Gium tidak sekedar numpang tinggal di Kalimantan namun juga berinteraksi secara intensif dengan masyarakat suku Dayak. Ada dua pesan penting terkait kehidupan suku Dayak yang ia sampaikan melalui film dokumenter petualangannya di Palangkaraya ini.
Pesan yang pertama adalah terkait preservasi lingkungan. Hal ini bermula saat Gium diminta oleh pelatihnya untuk merasakan diri sebagai seorang Dayak asli ketika sedang menari, bukan sebagai orang asing. Salah satu unsur penting bagi orang Dayak adalah ikatannya yang kuat dengan alam. Orang Dayak tinggal di Pulau Kalimantan yang merupakan salah satu wilayah dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia. Alam adalah teman bagi orang Dayak sejak kecil.
Gium pergi ke hutan gambut sekunder Jumpun Pambelon untuk mengeksplorasi arti alam bagi kehidupan suku Dayak. Ia melihat model pengelolaan hutan gambut skala kecil yang juga membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk terlibat pada program adopsi pohon. Oleh pengelola hutan, ia ditunjukkan dampak buruk dari kebakaran hutan yang sering terjadi di Kalimantan. Dalam episode 4 ini, ia berusaha mengajak masyarakat peduli pada lingkungan, khususnya keselamatan hutan di Kalimantan. Menghilangnya hutan di Kalimantan juga menjadi ancaman serius bagi kehidupan orangutan dan fauna lain yang berhabitat disana.