Pemain tunggal putra Anthony Ginting berhasil merebut medali emas di China Open Super 1000 pada hari Minggu, 23 September 2018. Perjalanannya hingga ke podium juara tidak mudah dan bisa dibilang telah membalikkan prediksi kebanyakan orang. Tampil dengan status non-unggulan, Ginting berhasil melibas para juara dunia dan juara olimpiade dalam delapan tahun terakhir.
Pemain-pemain dengan peringkat dunia lebih tinggi seperti Lin Dan, Viktor Axelsen, Chen Long, dan Chou Tien Chen dibuat tak berkutik. Di babak final, Ginting mampu mengulangi kemenangan yang diraihnya di Asian Games 2018 lalu atas Kento Momota yang sedang on fire dan calon penghuni nomor satu dunia minggu depan. Pertandingan dua set langsung yang menegangkan mewarnai raihan gelar Super 1000 pertama oleh pebulutangkis kelahiran Cimahi itu.
Pujian pun berdatangan kepada Ginting. Semua lawan-lawan yang dikalahkannya mengapresiasi kehebatan Ginting yang disebut punya kecepatan dan permainan netting yang mematikan. Legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat yang selalu kritis terhadap regenerasi tunggal putra di PBSI melayangkan pujiannya dan sekaligus berharap Ginting terus konsisten di turnamen berikutnya.
Namun tidak banyak yang menyadari bahwa perjalanan karir Ginting sebenarnya tidak selalu mulus. Ginting memang sudah terlihat potensinya sebagai calon pemain hebat di masa depan saat berhasil merebut medali perunggu di Olimpiade Remaja tahun 2014 di Nanjing, Tiongkok. Sejak itu Ginting mulai dikirimkan ke berbagai turnamen internasional oleh PBSI.
Bersama dengan tiga pemain muda di sektor tunggal putra lainnya yaitu Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa dan Firman Abdul Kholik, Ginting digadang-gadang mampu mengakhiri stagnansi prestasi sektor prestisius ini pasca pensiunnya Taufik Hidayat. Para fans bulutangkis dan media massa mulai menjuluki mereka sebagai "Fantastic Four" atau disingkat F4 karena potensi bakatnya yang bagus.
Meskipun meraih medali di Olimpiade Remaja 2014, Ginting tidak otomatis menjadi pilihan pertama di mata pelatih dibandingkan Jonatan, Ihsan dan Firman. Keempatnya berteman namun juga sekaligus bersaing satu sama lain. Mereka memperebutkan tempat di tim Indonesia, terutama pada kejuaraan beregu. Â
Ginting masuk dalam tim SEA Games 2015 namun sayangnya ia tidak pernah dipilih untuk dimainkan satu kali pun. Saat Indonesia melawan Malaysia di semifinal, Jonatan, Firman dan Ihsan yang dipercaya oleh pelatih untuk mengisi tiga spot tunggal putra. Indonesia lolos ke final dengan skor 3-2 melalui kemenangan dua pasangan ganda putra dan Ihsan di partai kelima.
Saat tampil di final, lagi-lagi Ginting tidak dilirik oleh pelatih untuk dimainkan. Formasi tunggal putra Indonesia melawan Thailand tetap tidak berubah dari partai semifinal sebelumnya yaitu Jonatan, Firman dan Ihsan. Indonesia berhasil merebut medali emas setelah mengalahkan Thailand dengan skor 3-2. Lagi-lagi kemenangan Indonesia didapat dari dua pasangan ganda putra dan Ihsan di partai penentu.
Meskipun tim beregu putra Indonesia sukses mengibarkan bendera Merah Putih dan mengumandangkan Indonesia Raya, namun banyak pertanyaan muncul dari para pecinta bulutangkis Indonesia tentang mengapa Ginting tidak diberi kesempatan tampil satu kali pun di nomor beregu. Apalagi Ginting tidak sedang dalam kondisi cedera saat itu.