Setiap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, ada satu kenangan mengesankan yang selalu saya ingat. Saat masih duduk di bangku SD dan SMP, saya dan teman-teman sebaya yang tempat tinggalnya berdekatan mempunyai kebiasaan untuk keliling-keliling dengan naik sepeda seusai sholat subuh berjamaah. Kebiasaan ini dilakukan saat hari Minggu atau jika ada hari libur lainnya. Pada hari-hari sekolah, kami pasti disuruh untuk segera istirahat lagi setelah sholat subuh agar tidak mengantuk saat menerima pelajaran.
Kebiasaan bersepeda ini dilakukan secara berkelompok, setidaknya lima orang. Saking semangatnya, kadang kami sudah membawa sepeda ke masjid saat berangkat untuk sholat subuh berjamaah. Rute bersepeda umumnya hanya di lingkungan yang dekat saja, tidak lebih dari lima kilometer. Selain karena mengikuti perintah orang tua agar jangan pergi terlalu jauh dari rumah saat matahari masih malu-malu untuk terbit, kami juga punya kesadaran untuk menjaga puasa yang sedang dilakukan. Jika mengayuh sepeda terlalu lama, dikhawatirkan akan jadi cepat lapar dan haus karena banyaknya energi yang terkuras. Jangan sampai kebiasaan ini malah bikin tidak sanggup meneruskan puasa hingga bedug maghrib tiba.
Kebiasaan anak-anak SD dan SMP untuk jalan-jalan santai dengan sepeda di pagi hari setelah subuh di bulan Ramadan nampaknya bukan hanya milik kami saja. Saat itu di awal periode tahun 2000-an, kebiasaan ini sangat marak di daerah domisili kami yaitu seputar Yogyakarta, Sleman dan Bantul. Tidak jarang kelompok kami berpapasan dengan kelompok pesepeda lainnya saat sedang melintas di jalan. Jika demikian, kami biasanya akan saling melempar senyum atau bahkan bertegur sapa.
Ada banyak faktor yang melandasi memudarnya kebiasaan ini. Salah satu yang ditengarai menjadi penyebab utama adalah telah bergesernya pola permainan anak-anak zaman sekarang. Bermain dengan naik sepeda bersama teman-teman sebaya di luar ruangan sudah jauh berkurang tingkat keasyikannya bagi mereka. Jika tidak kembali tidur setelah sholat subuh, mungkin saat ini mereka lebih memilih nonton televisi di rumah masing-masing, bermain game di komputer/gawai atau asyik dengan interaksi di media sosial.
Faktor lain kemungkinan besar adalah karena alasan keamanan. Meskipun tidak bisa dipukul rata di semua daerah, namun adanya aksi penjambretan, penculikan atau bahkan kekerasan oleh geng remaja yang banyak terjadi akhir-akhir ini telah membentuk ketakutan yang besar. Orang tua menjadi enggan mengizinkan anaknya keluar rumah untuk jalan-jalan naik sepeda setelah subuh karena langit masih belum terang. Mereka khawatir anak-anak bisa jadi sasaran tindak kejahatan yang bisa saja terjadi dimanapun.
Pudarnya kebiasaan bersepeda subuh-subuh ini tentu sangat disayangkan karena setidaknya ada tiga manfaat yang saya dan teman-teman rasakan ketika kami aktif menjalani kebiasaan ini, yaitu
- Mengakrabkan hubungan persahabatan. Saat asyik bersepeda bersama-sama keliling kecamatan atau ke desa tetangga, ada banyak momen seru yang dinikmati bersama-sama dan menjadi perekat bagi persahabatan. Mulai dari ancaman dikejar oleh anjing galak, tersesat di gang buntu, jatuh saat melintasi tepi sawah, ban yang bocor di tengah jalan, hingga diganggu oleh ‘orang gila’. Momen-momen itu akan terpatri sebagai cerita yang terus diingat dan akan dibahas lagi saat bertemu bahkan hingga kelak sudah dewasa. Kadang sekarang saya pun masih senyum-senyum sendiri bila ingat kelakuan konyol bersama teman-teman saat bersepeda subuh waktu kecil dulu.
- Menikmati kesegaran udara di pagi hari. Udara di pagi hari saat matahari baru beranjak dari ufuk timur sangatlah segar karena belum terkontaminasi oleh polusi. Tidak hanya saat bersepeda di daerah-daerah pinggiran yang masih banyak kebun dan sawah, kami pun masih bisa menikmati udara pagi yang segar saat keliling di gang-gang pemukiman penduduk atau di jalan besar. Menghirup udara segar seperti ini tentu baik bagi kesehatan paru-paru dan sekaligus membantu menyegarkan pikiran.
- Mempunyai kesadaran akan lingkungan tempat tinggal. Ketika keliling-keliling seputar kelurahan atau kecamatan dengan naik sepeda, anak-anak memperoleh tambahan pengetahuan tentang lingkungan domisilinya. Mengendarai sepeda mampu membantu meningkatkan pengalaman dan kemampuan menghapalkan jalan-jalan yang ada di dekat rumah kita, rute menuju ke tempat-tempat seperti kantor administrasi kelurahan/kecamatan, rumah sakit, pasar, sekolah, dan lain-lain. Hal ini umumnya tidak akan begitu membekas di ingatan bila hanya dilalui saat anak-anak membonceng motor orang tua atau duduk manis di mobil bersama orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H