Mohon tunggu...
Genta Tommy
Genta Tommy Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa ambis

Mahasiswa aku tuu

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Memahami Polarisasi Sosial Media

16 Januari 2022   22:53 Diperbarui: 16 Januari 2022   23:11 5943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apa itu polarisasi? Dan bagaimana sistem kerjanya? Polarisasi adalah metode yang digunakan untuk menarik atensi kita sebagai pengguna sosial media. AI (artificial intelligence) yang diprogram pada sosial media menggunakan machine learning model, yang membaca kegiatan bersosial media kita sebagai user lalu dikotak-kotakan (dikotomi) menurut hal yang kita sukai dan minati yang bertujuan agar kita menghabiskan waktu yang lama di sosial media tersebut.
 
Lalu dimana salahnya? Apakah salah bagi kita sebagai pengguna sosial media menjelajahi apa yang kita sukai? Tentu saja tidak salah, tetapi ada hal yang harus kita pahami yaitu "hal yang kita suka belum tentu baik buat diri kita sendiri dan mungkin saja bisa berdampak buruk bagi orang disekeliling kita."
 
Begini, Internet dulunya adalah tempat yang bebas,terbuka dan transparan semenjak diterapkannya polarisasi ini  tempat yang harusnya netral berubah menjadi tempat  yang sangat manipulatif. Sekarang kita tidak lagi dapat apa yang kita butuhkan tetapi dapat apa yang kita inginkan, kita tidak lagi mendengar sesuatu yang butuh kita dengar tetapi mendengar sesuatu yang cuma ingin kita dengar.

Masi belom paham bahaya dari polarisasi ada dimana? Hal-hal seperti itu akan menimbulkan permusuhan, perpecahan, fanatisme, berita-berita yang tidak valid, penggiringan opini, mispersepsi, dan saling menuduh yang berujung disintegrasi pada kita sebagai netizen Indonesia.
 
Cotohnya, kalian menyukai seorang publik figur (A). Sehingga sosial media yang kalian gunakan selalu menyediakan informasi-informasi yang baik tentang si publik figur (A). Kalian yang awalnya cuma suka aja berubah menjadi fanatik sampai mengkultuskan si (A) karena konten yang kalian peroleh pada sosial media selalu hal-hal yang baik  tentang si (A). Sehingga kalau si (A) mendapat masalah atau melakukan blunder kalian mati-matian untuk membela publik figur (A) tersebut. Misalkan publik figur (A) sedang ada masalah dengan publik figur (B) kalian akan disuguhkan konten-konten negatif tentang si (B). Kalian yang awalnya biasa saja dengan publik figur (B) menjadi benci karena konten yang kalian dapatkan selalu negatif tentang si (B). sampai-sampai kalian bingung kenapa masih ada yang membela (B) padahal dia adalah publik figur yang jahat, buruk, dan tidak baik. Tapi ingat lagi, itu menurut kalian bukan orang lain.
 
Sekarang ngerti kan segimana bahayanya polarisasi ini dalam memecah kita sebagai netizen Indonesia? Contoh barusan cuma tentang publik figure favorit, baru dari satu aspek. Sedangkan polarisasi ini ada di semua aspek kehidupan kita seperti sosial, ras,budaya,pandangan politik,perusahaan,personal branding,serta agama.
 
So...semenjak polarisasi ini diterapkan sudah berapa tali silaturahmi yang putus diantara netizen Indonesia? Sudah berapa kali terjadi perpecahan karena perbedaan opini yang belum tentu benar? Atau yang lebih parahnya lagi, Sudah berapa nyawa yang tidak bersalah melayang sia-sia?

Sayangnya tidak ada solusi untuk masalah polarisasi ini selain owner dari perusahaan sosial media seperti Instagram, Youtube, dan Facebook tersebut menghentikan sistem polarisasi itu sendiri. Tapi akankah owner media sosial tadi mau memberhentikan sistem yang telah memberikan mereka keuntungan berkali-kali lipat tersebut? Tentu saja tidak, toh buktinya sistem polarisasi masih saja diterapkan.
 
Tetapi sebagai pengguna sosial media kita bisa meminimalisir dampak dari polarisasi dengan merubah cara kita bersosial media, dengan cara :
 
Belajar untuk mendengar bahkan mendengar hal yang bertentangan dengan pemikiran kita sendiri. At least didenger dulu aja tanpa ngejudge terlalu cepat.
Perluas wawasan, karena semakin banyak mendapat pandangan artinya semakin luas cara berpikir kita dan jadi tidak gampang untuk menghakimi suatu hal.
Jangan menyukai sesuatu berlebihan dan juga jangan membeci sesuatu secara berlebihan
Jangan pernah menganggap apa yang kita pahami dan sepakati adalah suatu kebenaran yang hakiki, bisa saja sesuatu yang kita percaya terjadi sebaliknya
 
Ingat! Selalu buka pikiran, Kosongkan gelas, Lebarkan Telinga, Dan mulai terbuka untuk berdiskusi! Sampai setidaknya efek polarisasi tidak terlalu bahaya untuk diri sendiri dan orang sekitar.
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun