Oktober 45, Resolusi jihad panggilan jiwa, santri dan ulama tetap setia, berkorban pertahankan Indonesia, mari teruskan perjuangan ulama, nusantara tanggung jawab kita..... , itulah bait pertama lagu yang berjudul "Bersama santri Damailah Negeri"
Dalam lirik lagu tersebut kita bisa menilai bahwa liryc demi liryc yang dilantunkan tersebut terkandung makna perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam membela dan mempertahankan Indonesia dari penjajahan pada peristiwa 22 Oktober 1945.
Saat itu Hasyim Asy'ari yang menjabat sebagai Rais Akbar PBNU menetapkan resolusi jihad melawan pasukan kolonial di Surabaya, Jawa Timur, dan peran ini sangat terlihat pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945 disaat pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya. Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan membonceng sekutu.
Lewat Resolusi Jihad, kaum santri memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannya. Bagi NU, baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia.
Resolusi ini membawa pengaruh yang besar. Bahkan, ada dampak besar setelah Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi ini. Hal ini kemudian membuat rakyat dan santri melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya.Â
Banyak santri dan massa yang aktif terlibat dalam pertempuran ini. Perlawanan rakyat dan kalangan santri ini kemudian membuat semangat pemuda Surabaya dan Bung Tomo turut terbakar. Hingga akhirnya perjuangan tersebut menewaskan pemimpin Sekutu Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Mallaby tewas dalam pertempuran yang berlangsung pada 27-29 Oktober 1945. Hal inilah yang memicu pertempuran 10 November 1945.
Hari santri ini tidak hanya merujuk pada komunitas tertentu, tetapi merujuk mereka yang dalam tubuhnya mengalir darah Merah Putih dan tarikan napas kehidupannya terpancar kalimat La ilaha illa Allah. Penetapan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yag ditandantangani pada 15 Oktober 2015 di Mesjid Istiqlal Jakarta.
Penetapan Hari Santri Nasional ini dimaksudkan untuk meneladankan semangat jihad kepada para santri tentang keindonesiaan yang digelorakan oleh para ulama. Tanggal 22 Oktober merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional KH. Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945.
Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk beerperang (jihad) melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca Proklamasi kemerdekaan. Sekutu ini maksudnya adalah Inggris sebagai pemenang perang dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang.
Di belakang tentaran Inggris, rupanya ada pasukan Belanda yang ikut membonceng. Oleh karena itu, Hari Santri merupakan sebuah pemaknaan sejarah yang otentik, ketika perjuangan bangsa dibangun di atas keikhlasan dan ketulusan para santri yang berpaham merah putih.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Komaruddin Amin, perjuangan para KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, dan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto menciptakan organisasi Islam sangat berperan penting dalam perjalanan bangsa. Mereka merupakan tokoh yang memiliki komitmen Islam dan komitmen kebangsaan yang luar biasa. Hal inilah yang harus terus kita kenang, dan kita peringati sebagai hari Santri Nasional yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 22 Oktober.Â