Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suara Hati Atas Kesaksian Intan

15 November 2016   00:50 Diperbarui: 21 Desember 2016   17:13 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Intan Olivia Marbun | Sumber: post-line.com

Tiba-tiba air mata saya tertumpah ketika melihat foto seorang anak kecil ketika dia dalam keadaan sehat, hingga foto terbujur kaku dengan luka bakar yang sangat parah. Saya tidak mengenalnya, tetapi mengapa tiba-tiba dia begitu dekat dalam hati.

Awalnya, saya tidak ingin berkomentar apapun dari gambar-gambar sadis yang secara viral muncul di halaman media sosial yang saya miliki. Namun dalam pikiran saya secara nyata tergambar situasi kala itu. Mungkin situasinya hampir serupa dengan situasi di gereja saya tempat beribadah setiap hari minggu. Di saat orang dewasa sedang melaksanakan ibadah, biasanya anak-anak bermain riang di halaman depan gereja.

Inilah yang benar mengguncang perasaan saya, di tengah-tengah tawa mereka, secara tiba-tiba, maut itu menghampiri mereka. Rasa sakit yang tak terbayangkan sampai akhirnya satu dari mereka menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Gambaran inipun masih saya simpan dalam pikiran saya. Namun, rasa sesak semakin menjadi, ketika di saat duka seperti ini masih ada yang berfikiran ini "konspirasi". Jika ini memang konsfirasi, maka ini adalah konspirasi tingkat setan. (sumber)

Dugaan Konspirasi | Sumber: Facebook.com
Dugaan Konspirasi | Sumber: Facebook.com
Begitu juga petinggi bangsa ini, wakil rakyat yang terhormat, memberikan komentar yang mendorong rasa kecewa dalam pikiran. (sumber)

Saya coba diam, tidak perduli, dan tidak mau tahu dengan peristiwa tersebut walau dalam pikiran ingin sekali marah. Tapi saya tidak tahu marah terhadap siapa. 

Rasanya konyol jika marah terhadap Tuhan. Karena saya tahu, Dia tidak akan pernah sejahat ini.
Marah kepada pelaku? Pikiran saya mengatakan ini sia-sia. Karena dalam hati kecil bernada ragu, apakah marah saya di dengar dan berlaku di negara yang "bertoleransi" ini?
Sampai pada akhirnya emosi amarah, saya ekspresikan dalam tulisan ini. Sekalipun saya tahu, tulisan ini tidak dapat menggaMbarkan kejadian sebenarnya dalam hati saya dan ini juga bagai ekspresi kesiasiaan di bangsa yang sedang mengalami ujian ini.

Akhirnya, melalui saya tidak ingin memprovokasi keadaan. Kami tidak akan membalas, karena pembalasan hak Tuhan. Karena iman saya percaya, Tuhan yang akan Bela. Karena pesan baiknya, jika hanya berbuat baik bagi orang yang berbuat baik, maka apa bedanya dengan dunia, karena orang jahat sekalipun tahu berbuat demikian. Mari tetap menjaga persatuan dan kesatuan dan bersama-sama mencegah hal serupa terjadi.

Saya hanya ingin mengusik sedikit orang-orang di negara ini. Saudaraku, jika Anda tidak bisa membantu, setidaknya jangan tambahi beban kami. Saya juga hanya bisa berserah kepada Tuhan seraya berdoa semoga pelaku mendapat kasih Tuhan untuk pencerahan yang benar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun