Tadi pagi seketika bagun dari tempat tidur, saya teringat dengan bangsa ini. Muncul dalan pikiran saya, apakah hari ini ada perubahan di Indonesia? Mungkin ini efek dari perbincangan antara saya dan isteri kemarin malam.
Ceritanya berawal ketika kami berencana membeli rujak buah (di kota kami Pematangsiantar, cukup terkenal dengan konsep makan rujak di taman bunga) pada sore hari menjelang malam. Diperjalanan saya melihat seorang ibu berjalan lemas seraya dipapah oleh putranya.
Setahu saya lokasi tersebut adalah pusat perbelanjaan. "Kenapa ibu itu berjalan seperti tidak berdaya?" Tanya saya pada istri.
"Mungkin ibu itu sakit. Di sekitar situ banyak dokter praktek. Jadi mungkin ibu baru saja keluar berobat." Jawab istri saya.
Sambil melanjutkan perjalanan saya berpikir, "Jika memang Rumah Sakit dan Puskesmas berjalan dengab baik, apakah mungkin ada praktik dokter? Jika memang untuk pelayanan kesehatan, mengapa tidak dipusatkan di rumah sakit? Jika memang mengatasnamakan pelayanan, mengapa dokter memiliki jadwal yang jitu di praktik dibandingkan dengan jadwal yang di rumah sakit? Bahkan beberapa kali tertemu saya, banyak pasien terlantar di rumah sakit, tetapi tidak pernah menemukan pasien yg terlantar di tempat praktik dokter?"
Sepanjang perjalanan pikiran saya benar-benar mengambil ahli fokus saya, jika tidak disadarkan istri, kami akan kembali ke rumah tanpa membeli rujak yang kami rencanakan.
"Ah..Indonesia. Siapakah yg patut bertanggungjawab atas semua ini?" Pikiran saya sambik menarik nafas dalam. Kamipun memesan rujak untuk dibungkus agar dimakannya di rumah.
Inilah mungkin yang menjadi penyebab mengapa saya bangun dengan nasionalisme tinggi. Saya teringat akan Indonesia, mungkinkah Indonesia berubah? "Banyak pernyataan pesimis kini yang muncul, siapapun presidennya, Indonesia akan seperti ini. Tunggu benar-bebar kejadian besar terjadi yang akan membuat Indonesia sadar."
"Benarkah Indonesia sulit berubah? Siapa yang dapat mengubah bangsa ini?" Inilah pertanyaan yang muncul pertama kali dalan pikiran saya pagi hari ini. Begitu membuka mata, pikiran ini langsung mengajukan dirinya dalam pikiran saya.
"Saya! Ya saya, mampu mengubah Indonesia." Dan inilah yang muncul tidak beberapa saat setelah pertanyaan pesimis itu datang. Pikiran yang membuat saya bersemangat hari ini.
Indonesia bisa berubah oleh satu orang. Orang tersebut adalah 'saya'. Saya tidak perlu menunggu Presiden Jokowi untuk mengubah Indonesia. Saya tidak perlu menunggu Ahok marah-marah lagi untuk mengubah Indonesia. Saya tidak perlu menunggu Ridwan Kamil dengan desain kebijakannya menjadi presiden untuk mengubah Indonesia. Saya tidak perlu menunggu Ganjar atau Risma menjadi presiden untuk mengubah Indonesia. Karena yang diperlukan Indonesia untuk berubah adalah 'saya'.