"Sepertinya yang menjadi Instruktur Nasional (IN) yang dipilih selain karena nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) tinggi, juga karena telah bergelar Magister. " Seorang guru PKn menyampaikan pemikirannya kepada kami saat sedang diskusi kecil mengenai hasil UKG 2015 kemarin.
"Ya iyalah, masak guru yg membimbing guru yang tidak lulus sama-sama bergelar strata satu." Tambah seorang guru IPS mendukung ungkapan teman tadi.
"Itulah memang negara kita, padahal kalau di Negara lain, siapa yang benar-benar mampu itu yang akan dipilih sekalipun masih lulusan S-1." Guru PKn tadi semakin yakin akan ungkapannya. "Padahal, kalau kita lihat, banyak yang sudah bergelar S-2, tapi nggak tahu apa-apa. Tapi bagaimanalah, negara kita masih mengutamakan kertas selembar (ijazah) itu.
Setelah sekian panjang mendengarkan mereka membandingkan lulusan dalam negeri dengan luar negeri, saya berpendapat, "Kalau menurut saya, untuk tingkat pendidikan yang sama, disiplin ilmunya juga pasti sama. Tapi yang membedakan lulusan kuta dengan negara lain terletak ada kualitas dan kuantitas membaca."
Inilah yang menjadi pembeda antara perkembanagan kemampuan lulusan pendidikan Indonesia dengan pendidikan yang ada di luar. Menurut hasil survei UNESCO di tahun 2012, tingkat literasi Indonesia sangat bagus mencapai 93% namun berdasarkan survey tersebut, minat membaca sangat rendah, dari 1000 orang yang dapat membaca, hanya ada 1 orang yang minat untuk membaca. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan membaca belum mengakar pada budaya kita.
Persebaran buku pun tidak merata dan masih terpusat di kota-kota. Jumlah buku yang diterbitkan setiap tahunnya pun masih sedikit. Sekitar 30 ribu judul buku per tahun dibanding penduduk Indonesia yang kurang lebih 250 juta orang (IKAPI 2014).
Seperti yang diketahui, buku adalah sumber ilmu dan jendela pengetahuan. Membaca buku yang tepat dapat membantu berpikir kritis serta melatih kemampuan menampilkan pengetahuan yang dimiliki. Melatih minat baca bisa dimulai dengan memperkenalkan budaya membaca pada anak sedini mungkin.
Beranjak dari sinilah, sekolah (tempat kami mengajar) sedang berupaya melakukan satu gerakan semesta untuk meningkatkan minat belajar siswa. Salah satu langkah yang sekolah lakukan adalah mengajak partisipasi orangtua dan siswa dalam meningkatkan minat membaca. Gerakan ini kami awali dalam kegiatan masa orientasi siswa (MOS) baru. Pada saat kegiatan MOS, siswa baru diminta untuk membawa buku apa saja (yang berkaitan dengan pendidikan) baik bekas maupun baru. Sekolah memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan buka yang akan dibacanya, dengan harapan dari niat awal ini menjadi motivasi baginya untuk meningkatkan minat membaca buku yang lain. Dalam hal ini, sekolah mengajak partisipasi masyarakat dan orangtua bekerjasma dengan sekolah untuk melatih minat membaca siswa. Kemudian buku itu akan dikumpulkan di kelas masing-masing dan dimasukkan dalam sebuah box.Â
Buku-buku yang dikumpulkan akan dibaca oleh siswa itu sendiri selama 15 menit diawal pembelajaran (jam sekolah 07.30 WIB - 07.45 WIB). Hal ini berkaitan dengan Program Literasi Pemerintah, bahwa sekolah menyediakan waktu 15 menit awal setiap hari untuk kegiatan membaca siswa (Permendikbud No. 23 Tahun 2015). Siswa akan membaca buku yang dibawa dan telah dikumpulkan setiap hari sesuai dengan waktu yang telah dikumpulkan. Jika waktu telah mencapai 15 menit, buku tersebut dikumpulkan kembali dan disimpan dalam box untuk dilanjtkan esok hari. Demikian berlangsung setiap hari sampai buku yang dibawa oleh siswa sendiri selesai untuk dibaca.