Luangkan waktu Anda sebentar untuk membaca tulisan ini. Apakah Anda salah satu pengajar yang mendewakan teknologi dalam pembelajaran sehingga menggunakannya seenak hati? Penggunaan online dalam pembelajaran (e-learning) membuat galau para guru. Model pembelajaran ini diharapkan menjadi pembelajaran yang efektif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, namun yang terjadi, banyak peserta didik (remaja) yang terjerumus dalam gelapnya dunia maya. Apakah ada kaitannya penerapan ini dengan kenakalan saat ini?Â
Teknologi Musuh Pendidikan
Lingkungan tempat saya mengajar sedang mengalami dilema terhadap teknologi. Sebagian besar teman beramai-ramai menyalahkan teknologi. Hal ini terjadi karena para peserta didik sering kedapatan membawa alat komunikasi (handphone) yang berisikan dengan gambar, video, bahkan obrolan yang berbau asusila. Sebab ini, ramai-ramai para guru mempersalahkan kemajuan teknologi. Bahkan hasil teknologi dianggap bentuk "musuh" pendidikan. Misalnya, sosial media seperti 'Facebook' yang dianggap menjadi alat untuk pergaulan bebas, belum lagi layanan internet yang dianggap secara bebas menyediakan perilaku menyimpang, dan lain sebagainya.
Namun sesungguhnya, jika diamati dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Ada satu kebiasaan yang sering kali berulang dilakukan para guru (pengajar) di sekolah tempat saya mengajar (mungkin juga ini terjadi di sekolah Anda). Teman-teman saya sering memberikan tugas kepada peserta didik (murid) untuk mencari informasi, mengerjakan tugas, pengganti remedial, dan juga pengayaan melalui internet.Â
Tanpa alamat yang jelas, banyak pengajar hanya memerintahkan mencarinya melalui mesin pencari 'Google'. Alhasil, banyak peserta didik yang "jalan-jalan" di dunia maya tanpa arah yang jelas. Baik jika mereka jalan-jalan ke arah yang positif, lalu bagaiamana mereka yang tersesat ke dunia yang hitam? Mungkin inilah yang mengakibatkan banyaknya penyalahgunaan internet dalam pergaulan remaja saat ini.
"Jadi apakah kita tidak bisa menggunakan internet sebagai media pembelajaran?" Tulisan ini bukanlah bentuk antipati terhadap teknologi, melainkan sangat mendukung penerapannya dalam pembelajaran.Â
Pendidikan Ada untuk Teknologi, Teknologi Ada untuk Pendidikan
Teknologi dan pendidikan bagaikan sepasang kekasih. Hidup ditengah kasih yang dibumbui dengan riak-riak kecil yang mencoba menggoyahkan jalinan asmara. Pendidikan yang semakin memajukan ilmu pengetahuan berperan besar dalam kemajuan teknologi. Demikian juga teknologi yang berkembang pesat semakin memajukan pemenuhan dan pemberdayaan pendidikan dalam masyarakat. Kerjasama ini semakin memampukan manusia mewujudkan mimpi-mimpi diluar nalar.
Pendidikan merupakan  modal utama dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya sekedar untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang baik tetapi lebih sebagai bahan dan alat memanusiakan manusia. Namun, di Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari pulau-pulau mengakibatkan ketidakmerataan pendidikan di Indonesia. Ketidakmerataan pendidikan ini juga membuat pembangunan di Indonesia turut tidak merata di Indonesia. Disamping permasalahan pemerataan pendidikan di Indonesia, bangsa ini dilanda dengan keterpurukan karakter di kalangan remaja. Kemerosotan karakter ini jugan diisukan oleh pengaruh perkembangan teknologi.
Pendidikan terdiri dari tiga kompetensi, kompetensi kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ketiga kompetensi inilah yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Disinilah yang menjadi letak permasalahan munculnya keresahanan para pendidik atas pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran (pendidikan). Pendidikan harus menyeimbangkan ketiga aspek ini. Keetidakseimbangan salah satu aspek akan berakibat fatal bagi peserta didik.Â