Satu hal yang tersirat dari peraturan ini, selama ini guru seolah-olah hanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar (tatap muka) di depan kelas tanpa melakukan kegiatan lainnya.Â
Guru datang ke sekolah pukul 07.00 dan pulang pukul 12.40 tanpa ada kegiatan lain yang terkait proses belajar mengajar setelah pulang sekolah. Kenyataannya, setelah pulang sekolah, pada umumnya guru juga melakukan kegiatan lain yang dimaksudkan dalam peraturan pemenuhan beban kerja guru.Â
Sebagai contoh, secara umum, guru membawa tugas-tugas siswa ke rumah untuk diperiksa dan dinilai. Termasuk juga untuk merencanakan kegiatan besok hari di kelas, guru pada umumnya melakukan persiapan di rumah. Hasilnya, apakah guru sebelum penerbitan peraturan ini tidak berhasil?Â
2. Dari Segi Waktu
Jika mengikuti pola Enam Hari Sekolah dalam satu minggu, maka guru harus masuk kerja selama enam hari (senin-sabtu) dan beristirahat hanya di hari minggu. Sementara pegawai pada umumnya masuk kerja 5 hari kerja. Ini "memaksa" guru untuk tidak memiliki kehidupan sosial.Â
Sebagai contoh, sebagai negara yang kaya akan adat istiadat, pada umumnya guru juga harus mengikuti adat di daerah masing-masing. Namun dengan keadaan ini, guru tidak dapat mengikuti adat (misalnya adat pernikahan) keluarga, teman, tetangga, bahkan untuk dirinya sendiri.Â
Belum lagi jika dikaitkan dengan anak sendiri, guru mendidik anak orang lain di sekolah selama 8 jam, namun anak sendiri tanpa didikan dari dirinya. Apakah pernyataan ini berlebihan? Jawabannya berkaitan dengan kesejahteraan guru tersebut.
3. Dari Segi Kesejahteraan
Seperti disinggung sebelumnya, pelaksanaan beban kerja guru ini berkaitan dengan kesejahteraan guru. Sebagai tenaga profesional, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak mendapat tunjangan profesional sebesar satu bulan gaji setiap bulan.
 Dengan catatan, jika beban kerja guru tidak terlaksana (3 hari dalam satu bulan), maka guru tidak berhak atas tunjangan profesional tersebut. Bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik, ini tentunya mewajibkan (terpaksa)  guru untuk melaksanakan beban kerja demi pendapatan tersebut. Hasilnya, menjadikan guru seorang yang materialistis (bisa bertentangan dengan prinsip guru).
Namun jika dikalkulasikan, misalnya seorang guru dengan gaji Rp. 3.500.000,- perbulan (untuk golongan IV) maka dia berhak mendapatkan tambahan gaji satu bulan, sehingga gaji guru tersebut Rp. 7.000.000,- per bulan. Lalu apakah ini cukup besar? Coba dibandingkan dengan tenaga profesional lainnya dengan beban kerja 40 jam kerja perminggu, apakah gaji tersebut seimbang?