Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

KIP Jadi Ajang Mencari Untung

20 Agustus 2016   14:34 Diperbarui: 20 Agustus 2016   18:40 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan satu langkah pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di negara ini. Melalui penjaminan bagi masyarakat untuk menikmati layanan pendidikan dasar hingga menengah, pendidikan keterampilan, formal atau nonformal, diharapkan akan tercipta sumber daya manusia yang siap bersaing dalam kompetisi global. Penjaminan akan pendidikan ini diatur dalam PIP yang kemudian akan dididata dan diberikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Jumlah bantuan KIP per semester sebesar Rp225.000,00 untuk tingkat SD/sederajat, Rp375.000,00 untuk tingkat SMP/sederajat, dan Rp500.000,00 untuk tingkat SMA/sederajat.

Sekalipun dana yang diberikan masih tergolong minim, KIP dalam PIP yang merupakan bantuan bagi mereka yang dianggap tidak mampu untuk membiayai sekolah, masih saja ada oknum yang berusaha mencari keuntungan pribadi. Dengan dalih membantu orang tua, oknum tersebut berupaya memperoleh keuntungan dengan melakukan "pungutan liar" dari masyarakat yang kurang mampu.

***

Baru-baru ini, sekolah tempat saya mengajar, kedatangan tamu. Banyak orangtua siswa yang telah tamat dari sekolah yang meminta surat keterangan bahwa anaknya pernah bersekolah di sekolah tersebut. Menurut cerita mereka, ada orang yang mengaku dari Dinas Sosial yang menyampaikan kepada orangtua cara pencairan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Para orangtua diminta untuk meminta surat keterangan ke sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian surat keterangan tersebut akan dikumpulkan bersama fotocopy raport dari masing-masing tingkat sekolan dan dikumpulkan oleh oknum dari Dinas Sosial tersebut.

Kemudian saya (ditugaskan untuk urusan kesiswaan) dan operator sekolah mencoba menjelaskan prosedur pencairan dana KIP yang terjadi di sekolah. "Bapak/ibu, mengenai KIP, Bapak/Ibu cukup memberikan fotocopy KIP dan diserahkan kepada operator sekolah anak ibu bersekolah. Nanti operator sekolah akan menginput data KIP ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Kemudian berdasarkan data yang dari Dapodik, dana KIP akan dikirim ke bank yang ada di daerah tersebut.

Selanjutnya pihak bank akan memberi informasi kepada dinas pendidikan setempat agar diumumkan kepada pihak sekolah. Setelah sekolah memperoleh informasi daftar nama yang akan menerima dana KIP, sekolah akan menghubungi siswa untuk mengumpulkan fotocopy KTP orangtua, kartu keluarga, data identitas raport, dan surat keterangan dari sekolah, yang nanti akan dikirimkan ke pihak bank.

Setelah bank menerima berkas, kemudian orangtua akan dihubungi untuk menerima uang langsung dari pihak bank". Ungkap saya kepada orangtua sembari tetap memberikan apa yang mereka minta. Karena sekalipun sudah diberitahu prosedur, orangtua masih menganggap perwakilan dari Dinas Sosial tersebut yang harus diikuti.

Di lain peristiwa, ada juga orangtua yang anaknya baru saja mendapat KIP dari kelurahan, datang ke sekolah. Dari pihak kelurahan saat menyerahkan KIP, para orangtua diminta untuk pergi ke sekolah untuk meminta surat keterangan sekolah dan membawanya ke bank bersama fotocopy raport untuk menerima dana KIP. Seharusnya orangtua disarankan untuk melapor ke sekolah untuk di data dalam Dapodik.

***

Ketidakpahaman akan prosedur merupakan salah satu yang tepat dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan. Selain itu, Program Indonesia Pintar kurang melibatkan peran sekolah secara optimal. Sekolah hanya berperan untuk mendata melalui Dapodik, itu pun setelah siswa yang berkaitan telah menerima kartu dari kelurahan. Sementara dari pendataan yang layak menerima KIP sampai siswa tersebut menerima KIP, sekolah tidak pernah dilibatkan.

Sementara orangtua yang sudah terdoktrin akan pencairan, pencairan, dan pencairan, tidak pernah berpikir tenang untuk memahami prosedur yang diberikan. Adanya keinginan untuk mencairkan dana secepatnya menjadi alasan utama untuk mengikuti prosedur yang tidak lazim.

Prosedur Pencairan Dana KIP

Menurut laman resmi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), prosedur yang tepat untuk dapat menerima dana bantuan KIP, bagi anak (siswa) dapat dibimbing orangtua yang sudah menerima kartu segera mendaftarkan KIP ke sekolah untuk didata dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), kemudian sekolah melalui operator sekolah segera memasukkan data KIP/KKS ke aplikasi Dapodik. 

Selanjutnya, setelah menerima pemberitahuan dari lembaga pendidikan formal ataupun nonformal tempat anak terdaftar, siswa/orangtua dapat mengambil secara langsung manfaat program KIP ke lembaga/bank Penyalur yang ditunjuk dengan membawa dan menunjukkan beberapa dokumen pendukung berupa Surat Pemberitahuan Penerima bantuan PIP dari lembaga pendidikan formal ataupun nonformal, dan salah satu bukti identitas lainnya (Akte Kelahiran, Kartu Keluarga, Rapor, Ijazah, dll) ke lembaga penyalur yang ditunjuk.

Semoga bermanfaat.

iGenst.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun