Mungkin masih segar di ingatan kita tentang kasus Century yang merugikan kas negara mencapai 6,7 Trilyun. Kasus tersebut sampai saat ini masih belum terselesaikan secara tuntas. Memang beberapa orang telah ditetapkan sebagi tersangka dalam kasus tersebut sepertibudi mulya. Akan tetapi pengungkapan kasus ini masih pada aktor kecilnya saja. Aktor penulis skenario dan perancang kasus ini masih bebas menghirup udara segar. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa kasus Century jilid I Tahun 2008 merupakan sebuah rekayasa untuk mendapatkan dana segar menjelang pemilu 2009 oleh partai tertentu
menjelang tahun politik 2014, publik digegerkan kembali pada kasus Century babak kedua. Bedanya pada kasus ini nama bank Century telah bermetamorfosis menjadi Bank Mutiara. Dalam kasus ini pula LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tak menglontorkan dana sebnyak jumlah yang diberikan pada babak pertama. Bank Mutiara hanya mendapat dana 1,5 Trilyun. Walaupun tak sebanyak Century Jilid I tapi angka tersebut cukup fantastis lebih dari dana yang diglontorkan untuk proyek hambalang.
Rencana itu memang muncul dari LPS yang menyetujuipenambahan modal untuk Bank Mutiara . EKS Bank Century tersebut memerlukan tambahan dana untuk mencapai rasio kecukupan modal atau capital adequency ratio (CAR) sebesar 14 persen. Proses penambahan modal tersebut akan selesai rencananya pada bulan ini. Sebelumnya modal bank mutiara tergerus karena rasio kredit bermasalah (NPL) yang melambung . sebelumnya, Eks Bank Century tersebut rencananya akan dilego LPS senilai Rp 6,7. LPS berniat menjual bank bermaslah tersebut untuk memperbaiki rasio modal agar sesuai dengan target bank indonesia hanya penjualan bank tersebut gagal dikarenakan belakangan investor awal yang melirik bank mutiara menangap harga jual bank mutiara terlalu tinggi.
Rencana tersebut tentu membuat publik bertanya, apakah ini bagian dari skenario tahap kedua menjelang tahun politik. Petanyaan ini wajar mengingat publik telah merasa didustai dengan skenario besar yang menjerat pertama bank Century di tahun 2008. Apa lagi dalam kasus ini terdapat beberapa keganjalan termasuk pernyataan samsu adi nugroho sekertaris perusahaan LPS yang mengatakan pemberian suntikan tersebut dapat dilakuakan bahkan tanpa harus melalui persetujuan dari DPR.
Saat ini publik hanya bisa berharap semoga permasalahan ini tidak menjadi rangkain skenario besar dalam menambah kerugian negara menjelang tahun pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H