Jurnalisme Multimedia diibaratkan seperti buku cerita. Multimedia tidak hanya soal video, gambar, grafik, animasi, namun hingga soal anda yang membaca akan merasakan pengalaman baru.
Lalu bagaimana jika tidak hanya soal tulisan yang dikolaborisakan dengan gambar, suara, bahkan animasi?
Jurnalisme Multimedia menyampaikan cerita. Anda benar, seperti mendongeng. Baik jika dalam media terdapat interaktivitas. Bentuk interaktivitas juga beragam dari hyperlink hingga kolom komentar atau respon ketika kita mengklik gambar.
Selain itu, ceritanya yang ingin disampaikan harus to the point. Tidak bertele-tele atau berbelok-belok, harus sederhana. Ditambah lagi, tidak boleh berulang.
Saat ini orang-orang menggunakan gawainya dengan cepat. Bayangkan jika anda membaca, menonton, dan mendengarkan hal yang sama setelah lelah-lelah meng-scroll? Mengecewakan bukan.
Maka, saat ini anda tidak bisa mengabaikan atau melewati salah satu media. Berbeda dengan praktik jurnalisme sebelumnya yang bisa anda lewati salah satu ketika membaca atau menonton berita. Tiap media ini berkaitan dan saling melengkapi.
Satu hal penting, yang membedakan jurnalisme biasa dengan yang multimedia adalah visualnya. Visual yang ada bak mengandung sihir.
Memanggil anda untuk melihat, menahan anda untuk mengonsumsi, dan memasukkan anda kedunia itu sehingga ada pengalaman baru yang dirasakan.
Cakap, Satu Kata Berjuta Usaha bagi Jurnalis Multimedia
Jurnalisme Multimedia memang mengalami perubahan. Kontennya semakin beragam, semakin aktif, bahkan semakin sesuai dengan keinginan anda.
Dibalik perubahan yang menakjubkan dan memang terkesan 'masa depan', ada beberapa sosok yang harus berpikir lebih keras dan lebih kreatif dari sebelumnya.