Menulis bisa jadi kebutuhan setiap orang. Namun, menulis pada era dan media digital adalah sebuah tantangan. Mencipta tulisan pada layar gawai sembari bergumam mencoba 'menceritakannya' kepada audiens. Harus sederhana dan mencuri atensi. Berikut adalah sebuah bentuk refleksi penulis tentang dinamikanya bersama salah satu mata kuliah yang berlangsung dihari Senin sore.Â
Penulisan Naskah Digital mencuri perhatian saya ketika membaca deskripsinya. Dalam benak langsung muncul beragam prediksi mengenai mata kuliah ini. Membayangkan seperti apa kegiatan, materi atau penugasan untuk menulis di alat atau media digital.
Bertanya-tanya juga apakah yang dimaksud dengan naskah itu seperti naskah yang sudah tidak asing di pikiran saya. Sebut saja naskah drama, dialog, monolog, dan kawan-kawannya.
Ternyata apa yang dilakukan di awal benar-benar jauh dari perkiraan. Benar menulis naskah secara digital. Namun, menuliskannya di sebuah media digital seperti blog pribadi dan untuk keperluan digital lainnya seperti iklan.
Menulis sebuah artikel adalah makanan sehari-hari bagi saya seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi, apalagi untuk ranah Media Massa Digital. Di mata kuliah ini, makanan itu dibuat ulang dengan bumbu-bumbu yang disarankan oleh beberapa ahli terkait.
Menulis artikel untuk media daring di tiap pertemuan memberi pengetahuan baru dan memanfaatkan pengetahuan lama. Dari awal penugasan, dalam lubuk hati paling dalam, saya selalu berharap tugas-tugas dapat mendapat perhatian pengajar.
Bukan ambis atau haus atensi. Saya butuh kritik dan opini. Betul! Menulis daring tidak bisa dari kacamata penulisnya sendiri. Perlu untuk mata-mata lain agar terasa lebih sah untuk dipublikasikan.
Dalam mata kuliah yang menemani saya menikmati petang datang ini, banyak hal baru yang saya baru tahu. Penulisan naskah harus ramah, sederhana dan singkat, berilustrasi, hati-hati dari deteksi plagiasi, bak bercerita atau mendongeng, dan pandai bermain kata-kata dengan segala macam strateginya.
Beberapa kali saya merasa tidak punya harapan dan ketertarikan lagi. Jiwa kompetisi di mata kuliah ini sempat naik turun, datang pergi.