Banyuwangi via udara tidak lagi menjadi hal yang sulit diwujudkan, pasca beroprasi sepenuhnya Bandara Blimbingsari (kini bernama Bandara International Banyuwangi) yang melayani rute penerbangan Jakarta-Banyuwangi dan Surabaya-Banyuwangi sejak 2017 hingga kini, masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya jauh lebih mudah dalam hal aksesbilitas dan mobilitas.
Dari dan menujuBandara Blimbingsari tidak hanya vital secara peran, tapi bandara yang digagas Bupati Purnomo Sidik pada akhir masa jabatannya di tahun 2000 tersebut juga menjadi landmark terbaru kabupaten di ujung timur pulau jawa tersebut.
Sejak pertama kali diresmikan pada 29 Desember 2010, Bandara Blimbingsari Banyuwangi terus berkembang baik secara fasilitas maupun pelayanan. Bandara ini juga sukses meraih beberapa penghargaan bermutu, salah satunya The 2022 Aga Khan Award for Architecture (AKAA) pada 2022 lalu.
Akan tetapi, dibalik cerita panjang Bandara Blimbingsari ada fakta menarik bahwasannya sebelum memiliki Bandara Blimbingsari, ternyata kabupaten Banyuwangi telah memiliki bandar udara. Bahkan peran bandara tersebut tidak kalah vital jika dibandingkan dengan Bandara Blimbingsari saat ini.
Air Streep Blambangan atau jalur udara Blambangan merupakan sebuah bandar udara yang terletak di Muktisari, Dusun Sidodadi, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Lokasinya tidak jauh dari jalan utama penghubung Jember-Banyuwangi. Masyarakat sekitar menyebut lokasi Air Streep Blambangan sebagai Kebun Plalangan.
Air Streep Blambangan merupakan sebuah lapangan terbang yang didirikan pada tahun 1970 dan diprakarsai oleh Djoko Supaat Slamet, yang merupakan Bupati Banyuwangi pada saat itu. Air Streep Blambangan atau jalur udara Blambangan sendiri diresmikan operasionalnya oleh Gubernur Jatim saat itu Moh. Noer.
Cikal bakal pembangunan lapter itu karena persoalan pertanian di Banyuwangi pada masa itu dimana banyak tanaman pertanian yang diserang hama wereng sehingga tidak sedikit petani yang mengalami gagal panen dan mengalami kerugian dimasa itu.
Banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun petani untuk membasmi hama wereng yang menyerang tanaman, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang nyata. Hal inilah yang mendorong pemerintah pusat untuk ikut campur dalam mengatasi persoalan petani di Banyuwangi saat itu. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah pusat adalah dengan menyemprotkan obat hama atau pestisda malalui pesawat udara. Hal inilah yang lantas mendorong dibangunnya landasan pacu Blambangan di kebun Plalangan sebagai sebuah infrastruktur pertanian dimasa itu.
Upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk mengatasi hama tanaman ini tampaknya membuahkan hasil, hama wereng lambat laun mulai menghilang dari Bumi Blambangan dan pertanian kembali berangsur pulih. Setelah penyemprotan selesai, dan tidak ada aktivitas penyemprotan lagi menggunakan pesawat terbang. Landasan pacu tetap beroprasi dan digunakan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk menggelar latihan udara di lokasi tersebut.
Karena masih sering digunakan dan beroprasi, pada era 1990-an tepatnya pada masa Banyuwangi dipimpin Bupati H.T. Purnomo Sidik, lapter Blambangan diajukan untuk digunakan sebagai bandar udara (bandara) yang menghubungkan Banyuwangi melalui udara. Berbagai persiapan pembangunan bandara sudah sejatinya telah disiapkan, tetapi karena satu dan lain hal pembangunannya diberhentikan dan tidak pernah lagi dilanjutkan hingga saat ini.
Sisa-sisa kejaayaan Air Streep Blambangan kini tertutup rindangnya tanaman tebu dan sebagian telah beralih fungsi menjadi gudang kayu perkebunan dan pabrik gula Glenmore.