Mohon tunggu...
Nebougis 17
Nebougis 17 Mohon Tunggu... Administrasi - catatan kaleng

panggil saya, Nebo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saksi

20 Februari 2012   04:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa sangka, kota besar yang disana itu dulunya adalah hutan. Mahesa saksinya. Di hutan itulah ia menggantungkan hidup. Mahesa tidak sendiri, begitu juga warga lain dan semua satwa penghuni hutan yang hidup berdampingan bersama mereka. Sangat damai.

“Satu hal yang harus kamu jaga dengan baik Mahesa, jangan tebang hutan karena hutan adalah rumah kita,” kata kakek Mahesa sebelum meninggal.

Hingga suatu masa, pecah tangis Mahesa sejadi-jadinya dalam kamarnya. Ketika itu harga jual kayu begitu sangat menggiurkan bahkan membutakan mata, termasuk warga desa Mahesa yang sejak dulu terbiasa hidup sederhana. Warga desa mulai berlomba-lomba menebang pohon, bahkan saling serang, saling bunuh, untuk mendapatkan sebatang pohon untuk ditebang.

“Pohon ini milikku, jika ada yang berani ayo berduel denganku,” begitulah terdengar nada lantang warga yang dulunya sopan dan santun.

“Pohon ini milikku, mari berduel,” dan satu nyawa lagi melayang sia-sia karena keserakahan.

Pupus sudah harapan Mahesa, dipendamnya dalam-dalam dalam luka, Ia tak kuasa melakoni pertarungannya sendiri melawan warga sedesa yang kalap mata karena materi dan melupakan pemberian Tuhan yang tak ternilai. Hilang sudah Rumah tempat Mahesa meninggalkan banyak cerita dan kenangan.

Kini Mahesa telah tua dimakan usia, satu sesal Mahesa yang kekal, Ia tak dapat berkata seperti perkataan kakeknya dulu, Ia bingung hendak mengatakannya pada siapa sedang tak seorangpun ingin mendengarnya. Dan siapa sangka, dalam samar-samar mata tua Mahesa, kota besar yang disana itu selamanya tergenang banjir dan habis sudah arti kemewahannya lantaran hutan yang telah tiada. Dari sisa-sisa hutan, jatuh air mata Mahesa tua untuk terakhir kalinya.

Nb, mks 20 02 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun