Mohon tunggu...
Generus LDII
Generus LDII Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional Religius

Ini adalah akun yang berisi tulisan dari pemikiran-pemikiran para pakar dan profesional dari lingkungan warga LDII

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Senyuman

13 Februari 2021   15:06 Diperbarui: 13 Februari 2021   15:13 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang berbeda, ketika dalam kehidupan ini kita bertemu dengan hal-hal yang sederhana. Terutama menyangkut aspek spiritualitas. Sering dilakukan bahkan kadang sudah menjadi kebiasaan. Akan tetapi, jika tiba-tiba  ada yang iseng bertanya, ternyata kita tidak siap menjawab dengan yakin. Bukan tidak bisa. Kadang bingung. Canggung. Bisa juga tersipu. Penuh ketidakpastian dan keraguan. Seperti pertanyaan berikut; "Apakah praktik spiritual sederhana tapi mendalam?".

Setiap kepala akan memberikan jawaban yang berbeda sesuai dengan tingkat pemahaman dengan penjelasan masing-masing. Ada yang menjawab sedekah, karena mudah dilakukan dengan tangan. Ada yang menjawab dzikir, tinggal menggerakkan lisan. Ada yang menjawab berbicara yang baik, puasa dan lain sebagainya. Semua jawaban benar asal mengandung kemudahan dilakukan, sederhana dalam praktik dan sangat mendalam buah akibatnya. Saya pun bimbang pada awalnya, sebelum akhirnya bertemu dengan Sang Guru Bijak.  Pada kesempatan tersebut, beliau berkenan menjawab pertanyaan di atas. Dengan wajah berseri, pandangan yang sejuk damai, Sang Guru Bijak menjelaskan bahwa praktik spiritual yang sederhana tapi mendalam, jawabnya adalah tersenyum.

Dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah bersabda, "Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu, atau amar ma'ruf nahi mungkarmu adalah sedekah bagimu, atau mengarahkan seseorang yang tersesat adalah sedekah bagimu, atau membantu orang yang memiliki penglihatan buruk adalah sedekah bagimu, atau menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan adalah sedekah bagimu, atau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu, itu dihitung sebagai sedekah bagimu." (HR At-Tirmidzi). 

Sang Guru Bijak menjelaskan, tersenyum diletakkan di awal kalimat mendahului amal-amal yang lain karena kemudahannya. Akan tetapi dahsyat efeknya. Tersenyum bukan sekedar sepasang bibir yang merekah. Belajar tersenyum bukan sekedar membentuk bibir indah yang melengkung. Tersenyum, adalah kemampuan melelehkan cengkraman pikiran yang penuh penghakiman, rasa sakit, prasangka jelek dan ketamakan. Dan pada saat yang sama, tersenyum membuat hati di dalam belajar mekar; berbagi, menerima dan bersinar. Sebagai akibatnya, senyuman tidak saja mengirim vibrasi kedamaian ke luar sehingga enak dipandang, juga mengirim aura kesembuhan ke dalam; hati menjadi bahagia, senang dan tenang. 

Suatu hari ada seorang Guru karate tingkat tinggi di pulau Okinawa Jepang yang dicegat dan ditantang berkelahi oleh tentara Amerika yang sedang mabuk. Dengan tersenyum Guru karate ini membungkuk, serta mohon diri menjauh. Seorang muridnya yang melihat pemandangan seperti ini kemudian bertanya esok harinya, kenapa Gurunya tidak memukul saja pemabuk tadi malam. Dengan tersenyum Guru karate ini menjawab: "Belajar karate adalah belajar agar selalu tersenyum di depan kehidupan". Di daerah-daerah tua di mana senyuman masih sangat dimuliakan, seperti di daerah pedalaman Yogyakarta, Bali, Tengger, dan Ujung Kulon Banten, terlihat sekali kualitas kehidupan yang berbeda. Tidak saja senyumannya berbeda, kualitas persahabatan dengan kehidupan serta orang-orang juga berbeda.

Kembali ke masalah senyuman, sederhananya ada dua dampak yang ditimbulkan senyuman yakni dampak ke dalam dan dampak ke luar. Senyuman menimbulkan banyak dampak ke dalam. Dari meningkatnya kualitas penerimaan pada kehidupan (bersyukur, berdoa, mempersungguh dan mengagungkan), semakin dalamnya pengertian seseorang akan kehidupan (4 maqodirullah), sampai dengan semakin indahnya hati seseorang (sabar dan selalu husnudhon billah). Senyuman adalah pancaran kebahagiaan hati dan perasaan yang jujur dari situasi terdalam seseorang.

Disamping berdampak ke dalam, senyuman juga berdampak ke luar. Semakin banyak seseorang tersenyum, semakin dalam seseorang belajar menerima hidup dan kehidupan ini. Baik diri maupun lingkungan sekitarnya. Sekaligus semakin banyak cahaya pengertian yang ia pancarkan sehingga lahir wajah hati yang indah berikutnya. Energi positif yang terus menyebar untuk mensintesa selanjutnya. Sebuah hati yang memancarkan senyuman diibaratkan menyerupai bunga. Ia tidak saja berbagi keindahan, tapi juga merawat kehidupan dengan penuh senyuman dan keindahan . Ini rahasia yang ada di balik banyak jiwa yang bercahaya; selalu merawat kehidupan dengan penuh senyuman.

Dari Jarir bin Abdullah al-Bajaliy, dia berkata, "Rasulullah tidak pernah melarangku untuk menemui beliau sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum di hadapanku." (HR Bukhori).

Itu sebabnya, di dunia pelayanan spiritual khususnya, sudah lama dikenal ungkapan tua seperti ini: "senyuman adalah satu-satunya lengkungan yang bisa meluruskan semua hal yang bengkok dalam kehidupan". Tidak saja hal-hal bengkok di luar yang bisa diluruskan, hal-hal bengkok di dalam seperti luka jiwa juga bisa diluruskan, disembuhkan. Wajah-wajah yang sedih jadi ceria karena senyuman. Hati-hati yang yang gundah jadi gembira juga karena percikan senyuman. Orang-orang separo baya yakin sudah merasakan keajaiban senyuman di dunia ini. Tinggal kita menyusul segera atau ketinggalan kereta. Nah, dalam proses belajar tersenyum ini, saya dibekali Sang Guru Bijak pituah indah; "Tatkala Anda tersenyum, sesungguhnya Anda sedang membentuk bibir Anda jadi seindah bunga". Mungkin bunga itu belum ada saat ini, masih benih atau setengah jadi, tak mengapa. Atau mungkin belum seindah bunga yang mengundang banyak kupu-kupu datang, jangan berkecil hati. Kesungguhan dan kensistensi, niat tulus dan keikhlasan diri, penghambaan dan instrospeksi, yang dilakukan terus-menerus, akan membawa setiap diri pada pencapaian kehidupan tertinggi dengan senyuman yang indah, suatu saat nanti. Terkesan dan mendalam./*

Oleh: Faizunal A. Abdillah

Pemerhati sosial dan lingkungan -- Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun