Oleh: Lilik Solekah, SHI. (Ibu Peduli Generasi)
Wajar terjadi Polemik di masyarakat tentang kenaikan pajak yang konon katanya hanya untuk barang mewah, namun nyatanya melekat pada seluruh barang. Contohnya PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Tak cuma Pertamina, badan usaha lain seperti Shell Indonesia, BP-AKR dan Vivo Energy Indonesia juga melakukan hal yang sama.
Selain itu di masyarakat juga riuh memperbincangkan makan gratis yang sesungguhnya jauh dari kata bergizi. Banyak beredar foto makan siang gratis yang terkesan alakadarnya, dan jauh dari kata bergizi seperti sedikit nasi dengan lauk sepotong tahu ditambah selembar sayur sawi beserta sebutir pisang. Kecurigaan masyarakat yang mulai dari pemerintah tak mau rugi, tak ada makan siang gratis, ada lagi yang berkomentar bahwa dari atas dana turun 100% hingga bawah tinggal 10 % ada lagi yang justru mengaitkan antara naiknya PPN dengan makan siang gratis seperti anaknya diberi makan siang gratis namun orang tuanya dipungut beban pajak yang mencekik, jika dihitung untung dan rugi tetap rakyat kecil yang rugi dan begitu sebaliknya penguasa tetap yang untung.
Kedua persoalan yang menjadi polemik masyarakat saat ini baik di dunia maya maupun di dunia nyata  benar adanya sebab dari PPN sendiri meskipun pemerintah meyakinkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, fakta di lapangan harga-harga barang lain tetap naik. Ini terkait ketidakjelasan di awal akan barang yang akan terkena PPN 12% sehingga penjual memasukan PPN 12% pada semua jenis barang. Ketika harga sudah naik, tak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja.
Negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan didukung media partisipan. Serta menyebutkan berbagai program bantuan yang diklaim untuk meringankan hidup rakyat salah satunya makan siang gratis bergizi. Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Sungguh kebijakan ini sebenarnya justru akan lebih menguatkan profil penguasa yang  populis otoriter. Dan semakin menunjukkan dan membuka mata masyarakat bahwa dalam segala hal di sistem kapitalis sekuler hanya memperhitungkan untung dan rugi. Tidak pernah ada yang disebut peduli terhadap kesejahteraan rakyat.
Maka campakkan sistem sekuler kapitalisme ini dan mari kita melirik pada sistem Islam yang telah terbukti selama berpuluh-puluh tahun mampu mensejahterakan rakyatnya. Sebab dalam sistem Islam mewajibkan penguasa sebagai raa'in yang mengurus rakyat sesuai dengan aturan Islam, dan tidak menimbulkan antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita.
Islam mewajibkan penguasa hanya menerapkan aturan Islam saja. Dan Allah mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah dalam banyak dalil seperti:
QS. An-Nisa: 168
Allah SWT tidak akan mengampuni dan menunjukkan jalan lurus kepada orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman.
QS. Asy-Syura: 42