Beberapa bulan belakangan ini sedang belajar, diajar  dan diberi kesempatan untuk mengamati perbedaan cara pandang, cara kerja, kebiasaan dan perilaku Generasi Y, Milenial dan Generasi Z yang juga sudah mulai memasuki dunia kerja.
Jangankan antara Generasi Y dan Z, antara Milenial dengan Generasi Z pun, pandangan saya sebagai awam, Â rasanya juga ada gap.
Kecepatan- ya, luar biasa. Ketajaman - ya, juga luar biasa. Pengetahuan, juga luas.
Kedalaman dan empati, dua ini entah mengapa, kalau misalnya masakan, mohon maaf sebelumnya, tanpa maksud melakukan generalisasi, namun ada dan saya menyebutnya cemplang dan terbagi mungkin dua kutub, dikotomi.
Ada yang sangat aktif agresif, di sisi lain ada yang pasif defensif.Â
Sebagian besar FOMO (Fear of Missing Out), namun sudah ada sebagian kecil yang merasa kebisingan jaman ini mulai membuat mereka pusing, dan mereka memilih JOMO (Joy of Missing Out). Bahkan ada pasangan muda yang memilih tidak mau memiliki anak, dengan pertimbangan memutus sandwich generation.
Di tengah tantangan jaman yang berbeda, pandemi telah membawa kesenjangan di berbagai bidang juga learning loss untuk generasi saat ini. Sangat takjub melihat betapa cepat dan sigapnya ber-copas, copy paste, dan lebih takjub lagi, beberapa sangat blank untuk membuat kreasi yang sama sekali baru. Ada contohnya? Begitu pertanyaan yang beberapa kali saya dengar.
Termangu, termenung. Maraknya sosial media dan kayanya referensi di mana-mana, rupanya berdampak pada keinginan untuk mau berpikir sendiri. Semua ada template nya.Â
Teringat jaman saya kuliah dulu, Perpustakaan menjadi andalan referensi, - dan - Â merangkum, membuat intisari pembahasan menjadi salah satu kemampuan yang terasah, diasah dan dibentuk karena banyaknya keterbatasan, seperti diingatkan pesan yang tersirat pada kutipan ini:
Thereare no lessons so useful as those who learned in the schools of affliction.