Mohon tunggu...
Gemintang Halimatussa'diah
Gemintang Halimatussa'diah Mohon Tunggu... -

Mulai lupa pada mimpi-mimpiku.. Apa ya mimpiku????

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bocoran Kunci Jawaban UN

5 Mei 2014   05:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13992180111051864808

Bocoran Kunci Jawaban UN

Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Resah, gelisah, bingung, rasa itu kini seolah menghantui pikiranku. Aku merasa dihadapkan pada pilihan yang amat sulit. Masalahnya, keputusan ini nantinya tak hanya berdampak pada diriku sendiri, melainkan juga pada keluarga yang kucintai.

“Kamu yakin nggak mau dapat kunci jawaban UN nanti?” tanya Via sahabatku. Dahiku mengernyit, masih merasa dilema dengan tanya itu.

“Sebenarnya aku nggak yakin, sih. Tapi…aku ingin berusaha mempertahankan prinsipku selama ini untuk nggak menyontek pada saat ujian.”

“Tapi ini kan beda, Zee. Ini Ujian Nasional! Kalau kamu nggak lulus, kamu nggak akan bisa lanjut kuliah ke universitas negeri!”

Kembali dahiku mengernyit. Apa yang dikatakan Via memang benar. Risikonya terlalu besar jika aku ingin tetap mempertahankan prinsipku itu. Di lain sisi, aku juga menyadari bahwa menyontek itu merupakan salah satu bentuk kecurangan. Hmm, sungguh situasi yang amat dilematis. Seolah terjadi perang dalam batinku, yang hingga kini aku tak tahu siapa pemenangnya.

*

Seminggu sebelum UN, rohis sekolah mengadakan sebuah acara yang kebanyakan dihadiri oleh siswa yang aktif dalam kegiatan Rohis saat kelas X dan XI. Acara itu mengundang Mbak Fathiya sebagai pembicara. Beliau adalah seorang pengusaha muda yang sukses menjalankan usaha butik busana muslimah terkenal di daerah kami.

Pada sesi materi, beliau memaparkan tentang mahalnya harga sebuah kejujuran dalam era modern belakangan ini. “Lima tahun lalu, saat berada di posisi seperti kalian sekarang ini, saya juga merasakan sebuah dilema saat mendekati UN. Namun kemudian, saya memutuskan untuk tetap mempertahankan prinsip saya, yaitu tidak menyontek saat ujian. Sebab saya yakin, Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang ingin berusaha menjauhi larangannya.”

Hening seketika, semua teman fokus mendengarkan pemaparan Mbak Fathiya. Kurasa karena hal yang disampaikan beliau memang nyata tengah mendera perasaan kami kini.

“Berbekal keyakinan pada ketentuan Allah, akhirnya saya pun memutuskan untuk tetap berlaku jujur, dengan tidak menyontek atau menerima kunci jawaban pada saat pelaksanaan ujian nasional. Alhamdulillah, ternyata Dia menakdirkan saya gagal lulus UN.”

Seluruh siswa yang hadir terperangah mendengar penjelasan Mbak Fathiya barusan. Banyak tanya kemudian menyeruak di kepala kami masing-masing. Seorang pengusaha muda yang sukses seperti beliau, ternyata pernah mengalami kegagalan dalam ujian nasional? Dari sini aku kian menyadari bahwa lulus atau tidaknya dalam UN, memang bukan menjadi patokan kesuksesan seseorang.

Semua yang kudengar hari ini sungguh telah menggetarkan dinding hatiku. Getaran yang menyeruakkan sebuah keyakinan untuk menempuhi jalan yang diridhoi-Nya, apa pun risikonya. Aku yang tadinya masih merasa dilema oleh dua pilihan yang terasa amat sulit, kini merasa yakin dengan keputusanku.

*

Tiga hari menjelang ujian nasional, kepala sekolah dan beberapa guru mengumpulkan kami di aula sekolah. Kami diberikan wejangan untuk percaya diri dalam menghadapi UN. Kepala sekolah juga meminta kami mendata nomor ponsel masing-masing. Rupanya pendataan itu dilakukan, untuk kelancaran penyebaran kunci jawaban UN yang akan disebarkan melalui SMS. Astaghfirulloh.

Seorang guru yang seharusnya mendidik kami untuk berlaku jujur, justru menjadi orang yang menyuruh kami untuk berlaku curang. Sungguh miris hatiku mendapati kenyataan ini. Terlebih ketika Bu Tuti, wali kelasku, menegur dan menanyaiku seputar keputusan yang kuambil. Rupanya kabar mengenai keinginanku untuk tidak menyontek sampai juga ke telinga beliau.

“Kamu jangan sesukanya begitu, ya. Sekolah sudah mengusahakan untuk mendapatkan kunci jawaban UN agar semua siswa bisa lulus. Apa kata orang kalau ada siswa sekolah ini yang tidak lulus? Sekolah kita pasti akan malu, Zee!” Setengah berbisik namun penuh penekanan Bu Tuti mencoba mengintimidasiku.

Aku kecewa dengan kata-kata Bu Tuti barusan. Namun, aku hanya mampu tertunduk, takut untuk mengeluarkan pendapat. Cara teraman saat ini sepertinya memang hanyalah diam, tanpa memberikan jawaban apa pun.

*

Beberapa pekan setelah UN, hari pengumuman hasil ujian pun tiba. Kami semua dikumpulkan per kelas, satu per satu guru mendatangi kelas kami. Lantas, kami diberikan amplop berisi hasil ujian.

Debaran di jantungku terasa semakin cepat berpacu ketika aku menerima amplop yang berisi hasil kelulusan. Aku penasaran sekali, bagaimana nasib aku dan tiga teman yang berkeyakinan untuk mengerjakan soal ujian dengan berbekal kemampuan sendiri. Tanpa menggunakan kunci jawaban. Apakah kami bisa lulus seperti yang lainnya? Ataukah ….

Kubuka perlahan amplop itu sembari terus merapalkan doa. Sejenak aku memejamkan mata ketika membuka kertas dalam amplop itu. Lalu, kuberanikan diri untuk membuka mata dan membaca isi kertas tersebut. Alhamdulillah! Bersegera aku melakukan sujud syukur. Subhanallah, aku bersyukur sekali ternyata Allah memperlihatkan kemurahan-Nya. Aku dinyatakan LULUS!

Aku penasaran sekali bagaimana hasil yang diperoleh tiga temanku yang lain. Ternyata, ada satu temanku yang harus menerima kenyataan tidak lulus. Awalnya ia sempat menangis kecewa, tapi ketegaran hatinya kemudian membuatnya kembali tersenyum. Ya, sama sepertiku, saat membuat keputusan, ia pun sudah siap dengan segala risikonya.

Aku dan dua teman lainnya mendekatinya dan berusaha untuk menyemangati. Kami berjanji akan selalu menemaninya ketika nanti mengikuti ujian kejar Paket C. Pokoknya, kami akan saling mendukung dalam kebersamaan dan kesolideran untuk keputusan yang telah kami ambil: jujur dalam UN.

Kawans, beranikah kau jujur dalam mengerjakan UN seperti kami?

BIODATA PENULIS

Gemintang Halimatussa’diah adalah nama pena dari Halimatussa’diah Batubara, yang beralamat di Depok. Ia dapat dikontak melalui akun FB Gemintang Halimatussa’diah Batubara dan blog http://www.gemintang-birru.blogspot.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun