Mohon tunggu...
Gemelfour Ardiatus
Gemelfour Ardiatus Mohon Tunggu... -

Mahasiswa PENS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RUU PILKADA, Pemandulan Kedaulatan Rakyat

14 September 2014   11:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:44 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rancangan Undang_ Undang (RUU) Pemilihan Kepala daerah kini sedang di godok di DPR RI, jika seluruh fraksi DPR RI sejutu maka akan di sahkan men jadi Undang-Undang. RUU ini akan mengubah pemilihan Kepala daerah yang tadinya langsung oleh rakyat dan akan dikembalikan ke DPRD , seperti dulu. Yaitu ketika UU no 22 tahun 1999 diberlakukan, yang berbunyi (1) Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan. (2) Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah, dite-tapkan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan.

Sesuai UU no 32 tahun 2004 Pasal 56 yang berbunyi, (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sejak saat itulah pemilihan langsung Kepala Daerah. Hampir satu dekade diberlakukannya UU tersebut. Dimana pada masa-masa itu dapat dirasakan animo masyarakat dalam pemerintahan. Masyarakat mampu menentukan sendiri calon nahkoda daerahnya.

Negara ini menganut kedaulatan rakyat, dimana seperti kata Abraham Licoln “ Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat”. Salah satu cerminan kedaulatan rakyat adalah ketika Pesta Demokrasi. Ketika menentukan calon kepala daerahnya sendiri mulai diwakilkan. Ketika musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) hanya dijadikan formalitas. Kapan lagi masyarakat berpartisipasi aktif dalam Pemerintahan ?

Walaupun wakil rakyat adalah panjang tangan rakyat, tapi suara rakyat sendiri masih banyak terkendala oleh kepentingan-kepentingan wakilnya. Sehingga suara rakyatpun di rasa mandul.  Akhirnya RUU ini membuat paradigma bahwasannya yang ada adalah KEDAULATAN WAKIL RAKYAT. Konsep demokrasi “Vox Populi, Vox Dei” SUARA RAKYAT, SUARA TUHAN. Menjadi SUARA WAKIL RAKYAT, SUARA TUHAN. KEDAULATAN RAKYATPUN MANDUL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun