Sarwo sudah sukses dalam takaran kesuksesannya. Usai bekerja sebagai kuli bangunan, dia selalu bersemangat ngarit untuk 5 ekor kambingnya. Sementara Sumirah secara ikhlas dan gembira selalu membawa Sri Kurniawati, bontotan mereka, ke tempat pemasangan bulu mata yang jadi pekerjaannya.Â
Sejak setahun yang lalu, Sarwo dan Sumirah sudah berboncengan menggunakan Suzuki Smash warna biru setiap pergi kondangan antar kampung. Bunyi "PREEETT" dari klakson yang di pencet setiap berpapasan dengan tetangga, akan mengantarkan sang penerima klakson kepada kedalaman senyum dan renung.
"Jan ora ngira.. Sarwo sing arep ngijab be ndadak urunan warga, siki wis sukses kaya kae.." ("Sungguh tak disangka.. Sarwo yang sewaktu akan menikah saja harus menunggu iuran warga, sekarang sudah sukses seperti itu..")
Privilege yang dimiliki oleh Sarwo hanya yang diberikan oleh Tuhan.. yaitu hidup. Dia tidak lulus SD, dia tidak punya orang dalam di PERTAMINA atau TELKOM, bahkan Privilege kelas mujair berupa "saudara jauh Pak Kades" pun dia tidak punya.
Mau tidak mau, Sarwo menjadi role mode bagi para pria di kawasan saya tinggal.Â
"Alah ngode nggo ngapa.. ngijab modal jam dinding be sah.." ("Alah buat apa kerja.. menikah modal jam dinding saja sah..")Â
Tentu saja hanya para pria bajingan nan malas yang menganut prinsip seperti itu. Para pria soleh nan bertanggung jawab tentu akan sekuat tenaga bekerja untuk dapat menikahi wanita pujaan hatinya dengan maskawin yang "sesuai".
Jam dinding warna merah bertuliskan BODREX itu masih terpajang rapi dalam kamar utama rumah Sarwo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H