Laut ini begitu biru Sejauh mata ini sanggup memandang, hanya ada kumpulan air yang berwarna biru Namun... entah apa yang membuatku sedikit terlena Apa yang membuat laut ini begitu membiusku? Seperti menelan berton-ton anggur yang tak juga memuaskan dahagaku, tapi malah membuatku mabuk
Mungkin inilah canduku yang terselubung Di balik ketenangan riak ombaknya... Di balik warnanya yang biru jernih... dan di balik hembusan angin timurnya yang kuat... Semuanya menjadi sangat memabukkan
Saat ini, Setelah lebih dari dua puluh purnama aku tak memandang indah birunya, Aku merasa rinduku amat membuncah Ku ingin merasakan lagi tenangnya riak itu Ku ingin merasakan lagi indahnya biru itu Dan ku ingin merasakan lagi kuatnya angin timur itu
Disini, Dikamar gelap lembab dingin ini, Berkaos buntung bercelana pendek meringkuk diatas kasur kapuk menggigil perih.. Bukan karena luka berdarah yang kubuat di lengan kiri, Tapi karena ketenangan riak berwarna biru dengan hembusan angin timur kuat...
Ingin kubuka kurentangkan kedua tanganku yang berdarah... Ingin kuhapus gelisah dengan merasakan kibasannya pada kulitku... Benjol kepala ini tak membuatnya sirna dari pikiranku. Walau berbatang-batang rokok, tak jua mengusir penat dan gelisah ini, tapi malah membuatku batuk
Mabuk ini, Batuk ini, Luka ini, Darah ini, Penat ini, Gelisah ini,
Tak akan hilang sirna sebelum aku bertemu dan merasakannya kembali... Bertemu dan merasakan lautku... Canduku...
Â
__________________________________________________
Nomor. 19 : Sekar Mayang & Fahmi Idris
NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Festival Puisi Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini :Â Hasil Karya Festival Puisi Kolaborasi.
Tulisan ini ditulis juga di ghumi.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI