Mohon tunggu...
Fahmi Idris
Fahmi Idris Mohon Tunggu... Professional IT - System Analyst -

Introvert, Kinestetik, Feeling Extrovert, System Analyst, Programmer, Gamers, Thinker, Humorous, Dreamer. Web : ghumi.id Instagram : fahmi_gemblonk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Kelabunya Tawan Karang

13 Februari 2012   18:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ni Ketut Aruna adalah pemanah wanita terbaik yang diutus Karangasem dalam latihan gabungan prajurit dengan Buleleng. Bermacam strategi peperangan diujicobakan. Dari mulai strategi Cakrabhuya sampai skema Gajah Ngamuk.

Siang itu Aruna satu regu dengan I Made Aryasatya yang memimpin prajurit dari Buleleng. Mereka saling bekerja sama dalam latihan tersebut. Saling tatap dan tumbuh rasa nyaman untuk bekerjasama. Rasa nyaman mereka berlangsung dalam. Dua darah biru tersebut merenda kasih, menyayangi satu sama lain.

Namun kisah percintaan mereka nampak tidak berjalan mulus. Manakala keduanya diharuskan membantu kerajaannya untuk membela serta mempertahankan pulau dewata saat peperangan berlangsung.

Permasalahan awal adanya hak Tawan Karang yang berarti menawan setiap kapal yang terdampar di perairan Bali. Semua kapal yan tersasar disana akan menjadi hak milik penguasa Bali. Namun ternyata pihak Belanda saat itu tak berkenan mengikuti aturan yang berlaku.

Maka munculah rencana melakukan ekspedisi oleh kerajaan-kerajaan di Bali untuk memaksa Belanda mengikuti aturan hak Tawan Karang. Adalah aturan bagi penduduk pesisir untuk memiliki hak atas kapal-kapal yang terdampar pada karang-karang muka laut atau pesisir.

***

Malam itu, Raja Buleleng meminta seluruh sesepuh dan panglima kerajaan untuk berkumpul di pendopo, mereka akan membicarakan mengenai siasat perang. Selain para Tetua turut pula Aryasatya dalam pertemuan itu.

“Aryasatya, kau harus turut andil dalam pertempuran ini.”, ucap Raja Buntala.

“Baik kanjeng romo. Ananda akan turut serta membela tanah bali, bahkan hingga titik darah penghabisan

“Bagus, kerahkan juga rakyat kita yang sudah berlatih perang untuk melawan Belanda yang tidak patuh pada kekuasaan kita.”

“Inggih kanjeng romo.”

Di tempat yang berbeda..

I Gusti Ketut Jelantik dari Karangasem mengumpulkan ahli perang yang ada di kerajaannya untuk turut serta melaksanakan ekspedisi melawan Belanda. Beliau adalah guru sekaligus panutan dari Aruna. Beliau meminta Aruna untuk ikut serta dalam peperangan ini. Srikandi perang sudah melekat pada diri Aruna sejak ia kecil.

***

Suara ketipung melolong panjang pagi itu. Menandakan seluruh prajurit sudah bersiap pada posisinya. Suara gendang tak kalah semarak. Senada dengan degub jantung, ia membahana membakar bara semangat cinta negara dalam dada cinta negara.

Aruna dan Aryasatya pun ada di sana.Buleleng gempar. Peperangan maha dasyat itu menjadi pemandangan mengerikan. Ribuan orang bermodalkan pedang berbaris berhadapan dengan ribuan lainnya di seberang yang dengan senapan.

“Seraaaaaaaaaang!!” suara lugas itu milik Aryasatya. Ia nampak gagah dengan pedangnya yang berkilat menyilaukan.

“Tembak mereka!!” Baker memerintahkan pasukannya untuk menembaki para pejuang tanah Dewata.

Langit menjadi gelap, suasana menjadi merah. Suara desing peluru terdengar ramai bersahutan disusul suara erangan dari sasaran tembak. Peluru-peluru itu menyusup ke tubuh-tubuh rakyat Bali. Mereka terkapar satu persatu. Decing pedang beradu dengan sangkur terdengar nyaring.

“FORMASI CHAKRABHUYAAAAAAA...”, Aryasatya memerintahkan. Prajurit sontak memecah diri menjadi dua bagian. Yang kemudian menggempur sadis lebih dari 1000 pasukan invasi Belanda.

“Munduuuuurrrrr....”, Baker memerintahkan pada sisa-sisa pasukan yang selamat.

Sorak kemenangan membahana seketika. Berhasil menahan gempuran 1.700an pasukan Belanda dengan senjata lengkap adalah sebuah keberhasilan tersendiri di Pulau Dewata.

***

Ekspedisi pertama Belanda yang gagal, disambut oleh I Gusti Ktut Jelantik dengan membangun Benteng Jagaraga. Benteng yang dibangun di atas bukit dengan bentuk supit urang yang dikelilingi parit besar dengan berbagai perangkap. Pasukan laskar Buleleng disiapkan yang dibantu raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15.000 orang.

Ekspedisi kedua benar terjadi. Tepat dua tahun setelah ekspedisi pertama yang gagal. Kali ini Belanda dipimpin oleh  Jend.Carel van der Wijck. Tak kurang 15.000  personil dibawa dari Jawa. Semua bersenjata lengkap bersiap menggempur Benteng Jagaraga.

“Kau harus berhati-hati putriku. Mereka sangat kuat.”, pinta Raja Ganendra pada Aruna.

“Baiklah romo. Percayakan padaku.”

Banyak dari kubu Belanda tampak kesulitan menembus jebakan pada parit yang dibut. Nyaris setengahnya tewas berdarah-darah ketika melewati parit berjebakan tersebut. Serbuan kali ini tampak akan berbuah kemenangan kembali.

Dorrr..

“Ayahhhhhhhhhh..”

“Arghhh,,, putriku,,, Tetap bakar semangat prajurit. Jangan sampai kita kalah.. Jaga martabat Dewata..” Raja Ganendra berbicara dengan terbata-bata.

“Romo,, jangan tinggalkan Aruna Romo…..”

Namun Raja Ganendra sudah tak mampu lagi menjawab permohonan anaknya. Ia tewas di tempat.

Kemenangan memang ada ditangan koalisi kerajaan. Namun Aruna bersedih di tengah-tengah sorak kemenangan para prajurit. Di atas benteng sana berdiri I Gusti Ktut Jelantik memegang panji koalisi kerajaan sebagai tanda kemenangan. Semerbak anyir darah, erangan pesakitan dan sorak kebahagian menghiasi sore merah yang gelap berdarah-darah.

***

1849, seolah penasaran Belanda kembali melakukan ekspedisi. Dengan pasukan 15.000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Seolah tanpa ampun, hujan bola meriam menghantam benteng. Jelas peralatan perang koalisi kerajaan kali ini kalah jauh. Belanda benar-benar mengerahkan segala upaya untuk membuka jalan menaklukan Pulau Dewata kali ini.

BLAAARRRRR....

Ada tubuh hancur di benteng bagian selatan. Arya menjadi korban. Perutnya terburai. Kaki kirinya hancur berantakan. Ia terkapar tak bernyawa berlumur darah. Wajahnya tegas. Tangan kanannya masih menggenggam erat sebilah pedang.

"ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.....", Aruna berteriak histeris. Posisinya berada di puncak benteng bersama dengan rombongan pemanah. Emosinya semakin meledak. 30 anak panah sudah dilesatkan mengantarkan pasukan Belanda kehilangan nyawa. Aruna membabibuta. Amunisi anak panah yang habis tak membuatnya gentar. Sebilah pisau kecil digenggamnya sekarang. Berlari ke tengah menusukkan pisau pada kepala begundal Belanda.

Dorrr...

Peluru menembus mata kanan. Kepalanya pecah. Ia menemui ajal. Tersungkur telungkup jauh di depan Arya. Diantara derap-derap kaki begundal Belanda. Perang terus berlangsung. Tak ada seorangpun laskar yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring.

Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.

_____________________________________ , No 7. Ajeng Leodita Anggarani + Ghumi NB : Untuk melihat hasil karya KCV yang lain silahkan lihat pada postingan Inilah Kumpulan Kolaborasi Cerpen Valentine. Bergabung bersama di Fiksiana Community.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun