Saat ini, kurikulum protype masih menjadi sebuah opsi yang kembali bisa diambil oleh setiap satuan pendidikan. Namun yang jelas, meski tidak lagi ada pemilihan jurusan, siswa tetap harus mengambil mata pelajaran wajib (Pendidikan Agama, PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Seni Musik, Penjaskes dan Sejarah) ditambah mata pelajaran pilihan. Bahkan, tidak ada lagi pengkotakkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Meskipun pada akhirnya nanti, kurikulum prototype akan diterapkan pada setiap satuan pendidikan yang ada diseluruh Indonesia.Â
Sebenarnya kurikulum ini tidak jauh berbeda dengan kurikulum-13 (Kurtilas). Penerapan ini akan tidak jauh berbeda dengan hasil dari sebelum-sebelumnya jika paradigma pemikiran dan pola pikir penggeraknya tidak sejalan dengan tujuan.Â
Memang benar sangat bagus untuk berfikir lebih maju dan mengambil kebijakan baik seperti yang kita lihat pada negara-negara luar. Namun siswa negara kita dan negara luar tidaklah memiliki pola pikir atau mindset yang sama. Begitupun dengan tenaga pengajarnya. Jika tidak dimulai dengan hal yang mendasar dahulu bagaimana kebijakan ini akan berhasil dilaksanakan.Â
Sedangkan yang di butuhkan dalam ekosistem sekolah itu yang terpenting adalah bagaimana menciptakan interaksi antara guru dan murid serta lingkungan yang lebih positif, memberikan ruang emosi dan gerak yang seimbang bagi murid, lingkungan belajar yang membuat murid berani bertanya dan bereksplorasi, membuat murid punya keberanian untuk berkomunikasi dan berkolaborasi, dan sebagainya. Semua itu, juga perlu dibangun jika ingin perubahan kurikulum ini membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Jika seluruh komponen pelaksana sudah dipersiapkan dengan matang, maka kebijakan apapun yang terbaik pasti akan terlaksana dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H