Pemilu masih dua tahun kedepan dan tahapannya sudah dimulai dari tahun ini. Menarik perhatian selalu untuk mengamati langkah-langkah politik yang  dimainkan oleh para elite politik di tanah air. Jika sebelumnya kita selalu melihat pergerakan-pergerakan dari kader politik bergerak mengkampanyekan bakal calon presiden mereka. Menarik juga melihat pergeseran yang terjadi saat ini, kita melihat begitu masifnya gerakan-gerakan dukungan dari relawan. Jauh sebelum partai yang merapatkan barisan satu sama lain dalam koalisi-koalisi yang dibentuk untuk menyamakan persepsi tentang dukungan personal bakal calon presiden. Relawan telah lebih dahulu mendeklarasikan dukungan mereka. Tanpa tendensi apapun mereka dengan bebasnya menyatakan dukungan tanpa harus takut teguran jika mereka berbicara seperti kader partai politik.Â
Beberapa nama muncul dengan dukungan dari orang per orang atau hasil survei dari beberapa lembaga survei ber kredibilitas dan independen. Pesta demokrasi masih lama namun semua telah bersiap dan memanaskan mesin partai masing-masing. Menguatkan akar persepsi dari pusat kedaerah merupakan langkah awal yang dilakukan partai saat ini. Tokoh-tokoh nasional seperti Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan  menjadi standar pencalonan paling masuk akal sampai saat ini.Â
Disaat pembicaraan dan perdebatan mengenai bakal calon presiden berkutat dengan orang-orang indonesia di wilayah barat nusantara, bagaimana dengan tokoh-tokoh timur? Nyaris tak ada nama yang disebutkan atau digaungkan. Kita tak bisa memungkiri jika sampai saat ini Bapak Jusuf Kalla merupakan representasi satu-satunya dari Indonesia di bagian timur yang bisa berbicara banyak dari daerah ke nasional bahkan sampai internasional.Â
Pembangunan yang sangat gencar di wilayah timur Indonesia oleh Bapak Presiden Jokowidodo untuk menghilangkan paradigma Jawasentris nampaknya tak sejalan dengan peta perpolitikan tanah air. Saat kontestasi politik mulai bergulir, disinilah biasanya ada nama sebagai perwakilan ketimuran dimunculkan agar suara pemilih di timur bisa dikendalikan untuk dukungan. Memang besar pemilih tak sebesar di Indonesia wilayah barat, namun tetap memberikan pengaruh dalam peta politik kedepan.Â
Kita tentu tak ingin ada bahasa diskriminasi terkait tak adanya tokoh timur Indonesia yang digadang-gadang dalam percaturan peta pemilihan presiden nantinya, namun tak salah juga jika partai ataupun relawan saat ini juga bisa memunculkan nama tokoh Indonesia Timur minimal sebagai pendamping wakil presiden Indonesia kelak. Koalisi-koalisi yang sudah terbentuk juga sudah saatnya memikirkan daya tarik tokoh Indonesia timur yang sebenarnya juga tak kalah mentereng dari tokoh di Indonesia barat.Â
Pemilihan presiden atau kita lebih kenal sebagai pemilu merupakan pesta sekali lima tahun yang harus betul-betul dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. Jangan biarkan bahasa bersatu dalam perbedaan justru benar-benar membeda-bedakan dalam kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H