Akhir-akhir ini sering kita jumpai banyak pedagang hewan yang membuka lapak disekitar jalan raya disekitar kita, hal ini sudah menjadi agenda rutin tahunan dalam rangka menyambut hari Raya Idhul Adha. Banyak pedagang hewan kurban yang memberikan penawaran pada masyarakat dengan berbagai variasi mulai dari jenis, ukuran dan harga yang bersaing. Fenomena ini dirasa sangat membantu masyarakat muslim yang hendak melaksanakan Ibadah Kurban dimana kita cukup datang di lokasi-lokasi tertentu yang banyak tersedia pilihan sehingga kita bisa memilah dan memilih hewan yang layak dan sesuai untuk dapat kita jadikan hewan kurban.
Akan tetapi perlu kita sadari pula bahwa banyak pedagang hewan kurban yang menempatkan hewan peliharaannya dipinggir jalan, dengan jumlah bayak namun tidak diimbangi dengan jumlah pedagang yang seimbang untuk melakukan fungsi control dan pengawasan. Pernah dijumpai ada 3 orang pedagang yang membawa 30 ekor kambing dan 10 ekor sapi, hal ini jelas tidak berimbang untuk dapat dilakukan pengawasan demi keselamatan berbagai pihak.Â
Sehingga ditakutkan banyak hewan yang lepas dari control dan pengawasan akan mengakibatkan kerugian pada pihak lain. dan sudah pasti bahwa berdagang di area Jalan Raya merupakan bentuk pelanggaran yang tidak boleh dilakukan, akan sangat mengganggu lalulintas dan angkutan jalan. namun hal ini masih sering kita jumpai saat ini.
Pernah suatu hari terdapat kambing yang lepas dari ikatannya, dan karena kurang nya pengawasan sehingga kambing ini berkeliaran di jalan raya, padahal kondisi lalu linta disekitar jalan tersebut sangat ramai kendaran dari segala arus. Dan mungkin karena kambing tersebut juga mengalami tekanan saat lepas tadi mengakibatkan si kambing berhenti mendadak dan mengakibatkan tertabraknya kambing oleh sebuah mobil. Dan pemilik kambing tersebut baru menyadari bahwa kambingnya lepas dari pengawasannya saat pengendara menyampaikan bahwa kambing yang ia miliki tertabrak Mobil di jalan raya.
Lantas jika kita melihat kasus tersebut maka pihak mana yang harus bertanggungjawab atas tertabraknya kambing tersebut. Jika berdasarkan pada Pasal 234 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009maka Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.Â
Namun terdapat pengecualian  terhadap pasal ini yang diatur pada pasal 234 ayat (3) UU No. 22 tahun 2009 yang menyatakan bahwa tidak berlaku jika : adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan pengemudi; disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau disebabkan Gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan. Sehingga jika mengacu pada aturan tersebut maka pengendara mobil yang menabrak kambing tidak dapat dibebani tanggungjawab atas matinya kambing tersebut.
Dalam Pasal 1368 KUHPerdata diatur bahwa pemilik binatang, atau siapa yang memakainya, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun binatang tersebut tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Berangkat dari pasal tersebut maka pemilik kambing dapat dikategorikan sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan dapat dituntut ganti rugi sesuai dengan Pasal 236 ayat (1) UU No. 22/2009. Mengenai kewajiban mengganti kerugian, menurut Pasal 236 ayat (2) UU No. 22/2009, para pihak dapat membuat kesepakatan damai di luar pengadilan mengenai hal penggantian kerugian.
Dijelaskan pula pada Pasal 490 butir 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa Diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah barang siapa tidak mencegah hewan yang ada di bawah penjagaannya, bilamana hewan itu menyerang orang atau hewan yang lagi ditunggangi, atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan.
Pada dasarnya regulasinya sudah jelas, namun terkadang masih banyak perdebatan antara pemilik hewan dan penabrak, hal ini lantaran adanya keyakinan bahwa para pihak tidak bersalah. Jika hal ini masih terjadi maka disarankan untuk diadakan mediasi yang bisa difasilitasi oleh pihak yang netral memiliki kompetensi, disarankan adalah Ahli Hukum, supaya jelas pokok perkaranya dan dapat mengakhiri perselisihan yang terjadi berdasarkan ketentuan yang berlaku dan memberikan manfaat yang adil bagi para pihak. Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H