Oleh : Syamsul Yakin dan Gelis Tri Astika
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah ilmu, dakwah harus memenuhi beberapa kriteria.Â
Pertama, dakwah harus bersifat empiris, yang berarti dihasilkan melalui proses penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun lapangan. Dakwah juga harus didapat melalui proses pengamatan, baik individual maupun kelompok, serta percobaan berulang hingga menghasilkan konsep dan teori yang valid.
Kedua, ilmu dakwah harus sistematis, artinya diatur secara terencana dengan menggunakan metode berpikir ilmiah yang objektif, sehingga mudah dipelajari oleh siapa saja. Ilmu dakwah harus menggunakan metode yang permanen dan terencana.
Ketiga, ilmu dakwah harus bersifat analitis. Maksudnya, pokok dan bagian ilmu dakwah harus dapat diuraikan secara tepat, sehingga terlihat hubungan antara keduanya untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif.
Keempat, ilmu dakwah harus objektif, tidak bias, dan terbebas dari prasangka. Ilmu dakwah baru dapat disebut ilmu jika didasarkan pada fakta, bukan fiksi atau emosi, serta tidak dipengaruhi oleh pandangan internal.
Kelima, ilmu dakwah harus bersifat verifikatif atau dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta dan data yang ada. Konsep dan teori yang dibangun dalam ilmu dakwah harus didukung oleh fakta.
Keenam, ilmu dakwah harus dapat didekati secara kritis, yang berarti dihasilkan dari proses mendalam yang melibatkan analisis dan evaluasi yang teliti. Berpikir kritis merupakan cara ilmiah untuk merespons ilmu dakwah.
Ketujuh, ilmu dakwah harus memenuhi kaidah ilmu pengetahuan, yaitu disusun secara sistematis, objektif, rasional, dan empiris sebagai sebuah disiplin ilmu.
Terakhir, ilmu dakwah harus bersifat logis, sesuai dengan logika, benar dalam penalaran, dan masuk akal.
Delapan kriteria tersebut, yaitu empiris, sistematis, analitis, objektif, verifikatif, kritis, ilmiah, dan logis, harus dipenuhi agar dakwah dapat dianggap sebagai sebuah ilmu yang valid dan dapat diterima secara akademis.