Mohon tunggu...
Rachmad Gempol
Rachmad Gempol Mohon Tunggu... -

RACHMAD YULIADI NASIR, Jurnalis Independent. Mesjid Deah Bitay Aceh Turkiye Jl.Teungku Di Bitay No.1\r\nBitay Jaya Baru Banda Aceh 23235. SMS: 088260020123\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sabang: Refleksi 18 Tahun Tenggelamnya Kapal KMP Gurita

19 Januari 2014   23:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

JAKARTA-GEMPOL, Waktu sangat cepat berlalu. Tidak terasa sudah 18 tahun kapal fery KMP Gurita tenggelam di teluk Balohan Sabang pada tanggal 19 Januari 1996. Memang sangat tragis peristiwa tersebut. Hampir 400 orang penumpang yang dibawanya.


Dalam daftar manifest penumpang hanya tercatat 210 orang penumpangnya tetapi ternyata ada banyak kejanggalan. Dari hasil investigasi ternyata kapal KMP Gurita sudah overload.


Tidak tanggung-tanggung, rupanya ada 378 orang penumpang yang ikut berlayar pada malam naas tersebut. Sebanyak 284 orang penumpang hilang di dasar laut termasuk kedua orang tuaku, Drs.M.Nasir, Assistant II Walikota Sabang.


Uniknya hanya 40 orang penumpang yang benar-benar selamat, sisanya 54 orang penumpang lainnya sudah menjadi mayat alias meninggal dunia. Biasanya dalam setiap musibah pasti ada anak bayi yang selamat. Akan tetapi dalam tragedi tenggelamnya kapal KMP Gurita, tidak satupun bayi yang ikut kapal selamat, semuanya meninggal dunia/hilang.


Dari 54 korban tewas, menurut data 38 di antaranya tak tercantum di manifest. Dan dari 40 yang selamat, 27 tak tercantum namanya tetapi ikut berlayar juga.


Hari Minggu, 19 Januari 2014, merupakan tahun ke-18 peristiwa tenggelamnya kapal KMP Gurita. Saat itu kapal berangkat dari pelabuhan Malahayati pada pukul 18:45 WIB dan diperkirakan pada pukul 20:45 WIB, kapal KMP Gurita tiba di pelabuhan Balohan Sabang.


Takdir Allah SWT berkata lain,"KUN FAYAKUUN" maka tenggelamlah kapal KMP Gurita pada hari Jumat, 19 Januari 1996, pukul 20:30 WIB, di tengah kegelapan malam, ombak dan angin yang kencang.


Ternyata sepupu Bapakku, kapten kapal KMP Gurita, Zaini Djambek tidak bisa berenang dan ikut juga tenggelam tetapi mayatnya berhasil ditemukan, sedangkan kedua orang tuaku mayatnya hilang selamanya di dasar laut yang dalamnya 385-400 meter.


Yaa Rabbi Ampunilah dosa kedua orang tuaku serta penumpang lainnya. Allaahummaghfir lahuum warhamhum wa'aafihii wa'fu 'anhum. ( Ya Allah, Ampunilah Mereka, kasihanilah Mereka, Berilah kesejahteraan kepada Mereka dan maafkanlah kesalahan Mereka).


Suatu hari ketika mau berangkat ke Banda Aceh setelah liburan pada bulan Agustus 1995, Saya diantar oleh Bapakku ke Balohan. Kami berdua menuju loket untuk membeli tiket. Di dalam loket ada kapten Zaini.


Kemudian sang kapten keluar ruangan menuju ke arah kami. "Apa khabar Sir, Siapa yang mau berangkat" ujar kapten Zaini kepada Bapakku Nasir. "Khabar baik, ini si ADI mau berangkat ke Banda Aceh setelah libur kuliah," ujar Bapakku. Setelah itu kami saling salaman.


Saya sendiri heran, biasanya Bapakku dan kapten Zaini kalau di tempat tugas tidak pernah bicara, paling-paling senyum saja. Hari itu lain sekali, sangat ramah keduanya. Agak lama kami bertiga berbicara, sampai setengah jam lebih. Orang-orang ASDP pada memperhatikan kami bertiga.


Kapten Zaini lalu pamit masuk lagi kedalam loket dan Bapakku mau kembali, Saya langsung masuk ke dalam pelabuhan tidak jadi beli tiket dan tidak diperiksa oleh petugas disuruh masuk saja. Seumur hidup rasanya baru saat itulah Saya tidak beli tiket kapal.


Ketika kapal KMP Gurita mau berangkat, kapten Zaini ketika melihat Saya di atas kapal berbisik kepada anak buahnya. Kapal segera berangkat menuju pelabuhan Malahayati.


Di tengah perjalanan ada pemeriksaan tiket kapal, dua orang petugas sibuk memeriksa tiket penumpang. Ketika mendekati Saya, salah seorang dari mereka saling berbisik lalu balik lagi ke tempat lain tidak jadi menuju tempat duduk Saya.


Pada akhir tahun 1995, saat liburan kuliah Saya dari Banda Aceh, tanggal 26 Desember 1995, mau berangkat ke Sabang. Siang hari Saya shalat Dzuhur di mesjid pelabuhan Malahayati. Kapten Zaini shalat di sisi kanan mesjid, saya shalat di sisi kiri mesjid.


Setelah shalat Dzuhur, kapten Zaini duduk-duduk di luar mesjid sambil memakai sepatu. Saya keluar mesjid, kapten Zaini masih menunggu. Kami tidak bersalaman, kapten Zaini sekilas melihat ke arah Saya lalu berjalan menuju pelabuhan.


Kemudian Saya berjalan di belakang kapten Zaini dengan jarak lebih kurang 30 meter. Saat itu dari mesjid ke pelabuhan tidak ada orang yang berjalan kecuali kami berdua.Tiba-tiba kapten Zaini berhenti jalannya, Dia balik badan menatap Saya agak lama, ada yang "ANEH" sekali.


Saya lalu menuju loket untuk membeli tikel kapal KMP Gurita. Pada tanggal 30 Desember 1995, Saya bertemu terakhir dengan Ibu Saya, setelah semalam dipanggil untuk berbicara 4 mata selama satu jam "kuliah umum".

Saat itulah Saya tinggalin Ibu Saya di Sabang dan naik kapal KMP Gurita untuk yang terakhir kalinya.


Keluar dari teluk Balohan di ujung Sekei maka kapal KMP Gurita digoyang ombak yang cukup besar, kapal oleng kiri kanan. Penumpang agak sepi bisa dihitung dengan tangan. Kendaraan juga tidak banyak.


Saya khawatir kapal akan tenggelam, Saya hari itu sempat berkata dalam hati," Nanti kalau sampai di Banda Aceh, Saya akan telepon Ibu Saya. Bila tidak ada keperluan jangan berangkat ke Banda Aceh, kapal KMP Gurita bisa tenggelam."


Akan tetapi Saya lupa menelpon ibu Saya tentang cuaca yang ganas. Sore hari Saya pergi bersama Bapak Saya ke Lampineung, tempat acara penataran SPADYA sejak bulan September 1995 sampai 16 Januari 1996.

Kami makan malam bertiga, Saya duduk di tengah pada ujung meja panjang, Bapak Saya duduk di sisi kanan dan temannya duduk di sisi kiri.


Saat makan dan selesai makan keduanya duduk hening sekali" ANEH" Saya yang bingung mengapa sikap Mereka berdua dingin sekali.

Akhirnya dua-dua orang ini serta istrinya tenggelam bersama kapal KMP Gurita dan hilang selamanya.


Sejenak Saya melupakan kedua orang tua Saya dan berangkat ke Lhok Seumawe untuk mengurus proposal PKL dan ujian semester.

Hari kamis, 18 Januari 1996, hanya disuruh ambil kembali proposal di ruang pembimbing tetapi rupanya proposal tertinggal di rumahnya. Rencana Saya mau balik ke Sabang hari itu karena Jumat, 19 Januari 1996 tidak ada ujian, Sabtu ujian, Senin libur, Selasa Libur, Rabu ujian. Baju-baju sudah siap di dalam tas tinggal berangkat.


Rencananya, Kamis, 18 Januari 1996, malam hari jam 22:00 WIB berangkat ke Banda Aceh. Sampai pagi hari, istiharahat sejenak di Banda Aceh. Hari Jumat siang, 19 Januari 1996, Saya langsung ke Sabang. Bila rencana ini Saya jalankan maka.......WASSALAM.......

Akan tetapi takdir ALLAH SWT berkata lain.


Rupanya pada tanggal 17-19 Januari 1996, kapal KMP Gurita naik dok, penumpang sangat banyak karena memasuki awal puasa pada hari senin, 22 Januari 1996.


Hari Jumat siang, 19 Januari 1996, kapal KMP Gurita keluar dok dan menuju pelabuhan Malahayati. Normalnya kapal KMP Gurita berangkat jam 15:00 WIB, tetapi berangkat pada jam 18:45 WIB dan tenggelam pada jam 20:30 WIB.

Alhamdullilah Saya selamat dan diberi umur panjang oleh ALLAH SWT hingga 18 tahun lagi sampai sekarang bisa menulis artikel ini.


Sabtu pagi, 20 Januari 1996, jam 07:00 WIB, Saya baru mengetahui bahwa kapal KMP Gurita telah tenggelam dari teman anak sabang yang tinggal di depan kamar Saya.

Berhubung cuaca lagi hujan dan pada jam 11:00 WIB, ada ujian K3 maka Saya pikir nanti siang saja baru Saya telepon Ibu Saya di Sabang menanyakan apa benar kapal KMP Gurita telah tenggelam dan siapa saja yang ikut kapal.


Tiba-tiba pada jam 09:00 WIB, datang Om dari Batuphat menuju asrama Politeknik Unsyiah di Buket Rata, Lhok Seumawe yang mengatakan,"Ayo pulang ke Banda Aceh, kapal Gurita telah tenggelam, menurut telepon dari Banda Aceh seperti itu."


Di perjalanan menuju Batuphat baru Saya ingat bahwa menjelang akhir penataran SPADYA, semua istri ikut ke Banda Aceh untuk ikut acara penutupan. Jam 18:00 WIB, baru ada penjelasan bahwa kedua orang tuaku telah ikut kapal KMP Gurita dan tenggelam.


Pasca kapal KMP Gurita Tenggelam maka orang-orang ASDP rajin menulis semua nama penumpang secara lengkap. Alat peraga penggunaan pelampung dipraktekkan.

Kapal penganti sementara yaitu kapal Tandeman tiba di Sabang pada tanggal 4 Februari 1996. Dan Saya mencoba menjajal kapal Tandeman ini pada esok harinya, 5 Februari 1996, menyebrang Sabang-Banda Aceh dan menginap semalam di Banda Aceh.


Saat itu ada perintah Presiden untuk mengangkat kapal KMP Gurita tetapi Menhub mengatakan,"Ongkos angkat kapal KMP Gurita sebesar 50 Milyar, cukup untuk membeli 15 kapal sejenis kapal KMP Gurita."


Sekarang kalau lagi ramai sering ada permainan orang dalam dengan calo untuk memasukan kendaraan mobil dan kendaraan roda dua tetapi tidak tercatat di manifest. Peragaan alat keselamatan juga sudah dilupakan.


Bagi semua korban kapal KMP Gurita, marilah kita berdoa semoga arwahnya diterima di sisi ALLAH SWT...Alfatihah...7X...Amin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun