Saya sendiri heran, biasanya Bapakku dan kapten Zaini kalau di tempat tugas tidak pernah bicara, paling-paling senyum saja. Hari itu lain sekali, sangat ramah keduanya. Agak lama kami bertiga berbicara, sampai setengah jam lebih. Orang-orang ASDP pada memperhatikan kami bertiga.
Kapten Zaini lalu pamit masuk lagi kedalam loket dan Bapakku mau kembali, Saya langsung masuk ke dalam pelabuhan tidak jadi beli tiket dan tidak diperiksa oleh petugas disuruh masuk saja. Seumur hidup rasanya baru saat itulah Saya tidak beli tiket kapal.
Ketika kapal KMP Gurita mau berangkat, kapten Zaini ketika melihat Saya di atas kapal berbisik kepada anak buahnya. Kapal segera berangkat menuju pelabuhan Malahayati.
Di tengah perjalanan ada pemeriksaan tiket kapal, dua orang petugas sibuk memeriksa tiket penumpang. Ketika mendekati Saya, salah seorang dari mereka saling berbisik lalu balik lagi ke tempat lain tidak jadi menuju tempat duduk Saya.
Pada akhir tahun 1995, saat liburan kuliah Saya dari Banda Aceh, tanggal 26 Desember 1995, mau berangkat ke Sabang. Siang hari Saya shalat Dzuhur di mesjid pelabuhan Malahayati. Kapten Zaini shalat di sisi kanan mesjid, saya shalat di sisi kiri mesjid.
Setelah shalat Dzuhur, kapten Zaini duduk-duduk di luar mesjid sambil memakai sepatu. Saya keluar mesjid, kapten Zaini masih menunggu. Kami tidak bersalaman, kapten Zaini sekilas melihat ke arah Saya lalu berjalan menuju pelabuhan.
Kemudian Saya berjalan di belakang kapten Zaini dengan jarak lebih kurang 30 meter. Saat itu dari mesjid ke pelabuhan tidak ada orang yang berjalan kecuali kami berdua.Tiba-tiba kapten Zaini berhenti jalannya, Dia balik badan menatap Saya agak lama, ada yang "ANEH" sekali.
Saya lalu menuju loket untuk membeli tikel kapal KMP Gurita. Pada tanggal 30 Desember 1995, Saya bertemu terakhir dengan Ibu Saya, setelah semalam dipanggil untuk berbicara 4 mata selama satu jam "kuliah umum".
Saat itulah Saya tinggalin Ibu Saya di Sabang dan naik kapal KMP Gurita untuk yang terakhir kalinya.
Keluar dari teluk Balohan di ujung Sekei maka kapal KMP Gurita digoyang ombak yang cukup besar, kapal oleng kiri kanan. Penumpang agak sepi bisa dihitung dengan tangan. Kendaraan juga tidak banyak.
Saya khawatir kapal akan tenggelam, Saya hari itu sempat berkata dalam hati," Nanti kalau sampai di Banda Aceh, Saya akan telepon Ibu Saya. Bila tidak ada keperluan jangan berangkat ke Banda Aceh, kapal KMP Gurita bisa tenggelam."