JAKARTA-GEMPOL, Walaupun otonomi daerah sudah di laksanakan selama 11 tahun, akan tetapi masih banyak daerah yang belum sepenuhnya mampu mengelola peluang yang telah diberikan oleh pusat.
Banyak kepala pemerintahan di daerah mengkhawatirkan upaya pihak tertentu yang sengaja mengeriminalisasi setiap kebijakan yang diambil oleh kepala daerah. Akibat hal itu muncul keraguan untuk membuat terobosan dalam menjalankan kepemimpinan di daerah.
Sedikit-sedikit disebut korupsi, padahal dalam membuat terobosan itu, tidak ada keuangan negara yang dirugikan. Kekhawatiran para kepala daerah itu kerap disampaikan oleh media.
Bahkan ada beberapa kepala daerah yang dianggap melakukan korupsi dalam kasus sama, karena membuat kebijakan berbeda.
Pelaksanaan otonomi daerah meski sudah berjalan sejak reformasi 1998 digulirkan, hingga kini masih dihadapkan pada berbagai masalah strategis, dari masalah daerah pemekaran berkinerja buruk hingga persoalan pengelolaan sumber daya alam lokal.
Presiden telah mengkritik daerah-daerah pemekaran yang kinerjanya buruk. Sampai akhir 2011 masih tercatat 112 usul daerah otonom baru. Dalam kurun waktu 10 tahun, 1999--2009, tercatat 164 kabupaten baru terbentuk.
Jumlah kecamatan bertambah 19 persen, kelurahan 35 persen, dan desa 14 persen. Namun, tidak sedikit daerah pemekaran yang kinerjanya ternyata buruk sebagaimana yang telah mengundang kritik Kepala Negara beberapa waktu lalu.
Untuk itu harus ada kebijakan tegas untuk mencabut status kabupaten atau kota yang dinilai tak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dan perlu adanya evaluasi regular atas kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
Dengan adanya perundang-undangan yang mereduksi kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur pengelolaan sumber daya alam, seperti muatan beberapa pasal dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Arah resentralisasi di sini bertentangan dengan jiwa Pasal 18 Ayat (2) dan Ayat (5) UUD 1945.
Walau kebijakan sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tetap saja bisa terjadi kriminalisasi kebijakan demikian, karena adanya sejumlah kepala daerah yang harus meringkuk di penjara akibat kebijakan pemerintahan yang dilaksanakannya.
Kalau mau jujur masih banyak hal yang belum pas antara pengelolaan di pusat dan daerah dan kita harus jujur untuk mengakui hal itu. Jadi perlu ada penjabaran lebih rinci mengenai kewenangan yang mengatur publik, mengatur dana, mengatur pendidikan dan mengatur kesehatan serta mengatur personalia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H