JAKARTA-GEMPOL, Menteri Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, menyusun rancangan APBN, dan rancangan perubahan APBN.
Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran, melakukan perjanjian internasional bidang keuangan, melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dalam undang-undang, melaksanakan fungsi bendahara umum negara, menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksana APBN, dan melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Salah satu tugas Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal adalah melaksanakan fungsi bendahara umum negara. Selaku bendahara umum negara, Menteri Keuangan memiliki kewenangan sebagai pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi tidak hanya sebagai kasir, tetapi juga sebagai pengawas keuangan dan manajer keuangan.
Kewenangan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara, mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran, melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara, menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara, menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksana penerimaan dan pengeluaran anggaran negara, mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara, menyimpan uang negara.
Menempatkan uang negara, dan mengelola menatausahakan investasi, melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum negara, melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama Pemerintah, memberikan pinjaman atas nama Pemerintah, melakukan pengelolaan utang dan piutang negara, mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan, melakukan penagihan piutang negara, menetapkan sistem akuntansi, dan pelaporan keuangan negara, menyajikan informasi keuangan negara, menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara, menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak, dan menunjuk pejabat kuasa bendahara umum negara.
Selain berfungsi sebagai pengelola fiskal, Menteri Keuangan juga merupakan wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Di dalam Undang-Undang Keuangan Negara, kekayaan negara yang dipisahkan tidak secara tegas didefinisikan, definisi keuangan negara yang dipisahkan ditemukan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 19 17 Tahun 2003 tentang BUMN, yaitu kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada persero dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya.
Dengan PP Nomor 41 Tahun 2003, sebagian kewenangan Menteri Keuangan selaku pemilik kekayaan Negara, yaitu kewenangan sebagai RUPS pada BUMN atau pemegang saham pada perusahaan yang di dalamnya terdapat saham negara bukan mayoritas, dikuasakan kepada Menteri BUMN. Dengan pendelegasian ini, maka kewenangan Menteri Keuangan yang dialihkan kepada Menteri BUMN adalah kewenangan selaku wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara dipisahkan, bukan kewenangan selaku bendahara umum negara.
Pengelolaan Investasi Pemerintah, salah satu kewenangan bendahara umum negara dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perbendaharaan Negara adalah menempatkan uang negara dan mengelola, menatausahakan investasi.
Pengaturan pengelolaan investasi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pola investasi. Secara khusus penjelasan Pasal 7 menyebutkan bahwa dalam rangka pengolaan kas investasi yang dimaksud adalah pembelian surat hutang negara yang merupakan investasi jangka pendek.
Sedangkan pengaturan investasi jangka panjang Pemerintah dijelaskan dalam Bab VI Pasal 41, yang menyatakan secara tegas bahwa investasi jangka panjang Pemerintah dilakukan dalam bentuk saham, surat hutang, dan investasi langsung.
Investasi jangka panjang Pemerintah dilakukan untuk memperoleh manfaat ekonomi sosial dan/atau manfaat lainnya. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 diamanatkan pembentukan peraturan Pemerintah mengenai investasi Pemerintah.
Dalam perjalanannya telah diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang investasi Pemerintah yang selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 yang merupakan aturan pelaksanaan investasi Pemerintah.
Dalam Pasal 10 PP Nomor 1 Tahun 2008, pelaksanaan kewenangan Pemerintah dalam melakukan pengelolaan investasi Pemerintah hanya dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara. Adapun kewenangan dimaksud meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut di atas jelas bahwa Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara dapat melakukan investasi pembelian 7% saham divestasi PT NNT tanpa harus minta persetujuan DPR.
Untuk melakukan investasi jangka panjang nonpermanen tidak diperlukan persetujuan DPR karena bukan merupakan pemisahan kekayaan negara sebagaimana PMN. Sedangkan untuk melakukan penyertaan modal negara diperlukan persetujuan DPR, berdasarkan prinsip Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, penyertaan modal negara hanya boleh dilakukan kepada perusahaan negara.
Penyertaan modal negara tidak diperbolehkan dilakukan kepada perusahaan swasta. Namun demikian, berdasarkan Pasal 24 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, penyertaan modal negara kepada 19 perusahaan swasta hanya dapat dilakukan apabila memenuhi unsur-unsur adanya keadaan tertentu dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional setelah mendapat persetujuan DPR.
Keputusan untuk melakukan investasi nonpermanen didahului dengan kajian mengenai kelayakan bisnis, hukum, dan manajemen resiko sesuai dengan prinsipprinsip korporasi. Sebagaimana kelaziman bisnis, keputusan investasi nonpermanen yang memerlukan keputusan segera sesuai timing investasi seyogianya bukan merupakan keputusan politis yang harus terlebih dahulu memerlukan persetujuan DPR.
Dalam proses penyusunan dan pembahasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sangat disadari bahwa penerapan pola pengelolaan keuangan BLU adalah pengecualian dari beberapa asas umum yang berlaku.
Namun pengecualian tersebut diperlukan justru agar pengelolaan keuangan negara dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien dengan tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran oleh BLU.
BLU memiliki beberapa fleksibilitas dan penerapan prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara yang tidak dimiliki oleh satuan kerja lain di lingkungan kementerian lembaga. Sumber dana BLU yang berasal dari APBN disalurkan melalui pembiayaan, bukan melalui belanja.
Ketentuan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Keuangan Negara yang menyebutkan bahwa APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja adalah mengatur secara eksplisit belanja kementerian negara lembaga. Bukan rincian pengeluaran pembiayaan yang dialokasikan bagi BLU.
Menyamakan pengelolaan keuangan BLU dengan pengelolaan satuan kerja lain di lingkungan kementerian lembaga sama dengan mengingkari keberadaan BLU dan tidak sejalan dengan tujuan pembentukan BLU. Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan, BLU memiliki kewajiban yang lebih berat dalam penyelenggaraan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan.
Penyusunan APBN dalam rangka mencapai tujuan bernegara, Undang-Undang APBN setiap tahun adalah yang berbeda dengan undang-undang lain yang merupakan Pada Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara adalah wujud dari pengolahan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penetapan Undang-Undang APBN setiap tahun yang berlaku khusus untuk tahun anggaran bersangkutan menjadikan Undang-Undang APBN berbeda dengan undang-undang lainnya yang pada umumnya tidak dibatasi, hanya satu tahun masa berlakunya. Penetapan Undang-Undang APBN setiap tahun membawa konsekuensi bahwa dasar hukum bagi Pemerintah untuk melaksanakan pendapatan dan belanja negara. Demikian pula penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam satu tahun tertentu adalah UndangUndang APBN tahun yang bersangkutan.
Sebaliknya, Undang-Undang APBN suatu tahun tertentu tidak berlaku untuk APBN tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, pengeluaran yang dilakukan oleh negara dalam satu tahun anggaran adalah sah, apabila diperintahkan oleh Undang-Undang APBN tahun yang bersangkutan atau tidak dilarang oleh ketentuan dalam undang-undang tersebut, serta memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Yaitu memenuhi persyaratan materiil dari segi kebenaran surat bukti hak penagih dan persyaratan formal kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan kelengkapan sehubungan dengan ikatan perjanjian pengadaan barang dan jasa, tersedia dana yang bersangkutan, dan dibebankan sesuai dengan mata anggaran yang bersangkutan.
Pernyataan Aristoteles mengenai keterkaitan antara Konstitusi dan kepentingan politis berbagai pihak dalam satu negara.“Three alternatives are conceivable: The members of a state must either have (1) all things or (2) nothing in common, or (3) some things in common and some not. That they should have nothing in common is clearly impossible, for the constitution is a community, and must at any rate have a common place one city will be in one place, and the citizens are those who share in that one city.” Dari kalimat Aristoteles di atas, maka antara kepentingan politis serta keinginan rakyat yang tercantum dalam Konstitusi, pastilah ada 31 persamaan.
Dalam rangka pembelian 7% saham divestasi PT NNT, sumber pendanaan yang digunakan oleh PIP berasal dari dana investasi Pemerintah regular APBN tahun 2011 sebesar Rp1 triliun yang telah disetujui oleh DPR, tidak terdapat catatan atau tanda bintang. Sedangkan kekurangan sebesar ± Rp1 triliun akan didanai dari keuntungan investasi PIP tahun-tahun sebelumnya yang dapat digunakan langsung tanpa persetujuan DPR terlebih dahulu, sesuai Pasal 69 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 .
Pembelian saham BUMN tersebut merupakan strategi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang dikarenakan adanya ancaman krisis keuangan global yang memberikan dampak negatif bagi perekonomian nasional.
Penggunaan dana investasi Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN Tahun 2011 dapat langsung digunakan oleh Pemerintah tanpa harus meminta persetujuan kembali kepada DPR.
Hal ini karena alokasi dana investasi Pemerintah telah tercantum dengan jelas dan tidak terdapat catatan berupa perlunya pembahasan lebih lanjut di DPR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H