Ini cerita masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang tentang mencari referensi yang beredar secara ilegal di internet. Lha kok ilegal? Ya kalo misalnya dokumen yang seharusnya rahasia tapi bisa bertebaran di internet pastinya ada legalitas yang dilanggar tho? Tapi ya biarlah urusan legal tak legal menjadi urusan mereka yang lebih mengerti, ceritanya kita lanjutkan saja nyoookkk..... Dalam menuntaskan permasalahan di tempat kerja, kadang kami (baca : nyari temen, biar ndak dimarahin sendirian) memerlukan berbagai dokumen referensi standar, misal standar samping standar tengah eh salah, maksudnya dari badan standard seperti ISO (ndak pake babat !), BS (bukan Bapak Senang), TIA (ini bukan nama samaran saya kalo lagi dines malem), dan semacemnya. Nah, repotnya dokumen tersebut biasanya berbayar, tentunya berlawanan dengan anggaran dasar dari Para Pencari Gratisan (PPG) yang mengutamakan gratisan di atas segalanya (hormat kepada sesepuh PPG). Mosok ndak ada yang gratis? Ya ada sih, biasanya kalo standar tersebut sudah dilokalkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN), akan tersedia dokumen versi SNI-nya yang gratis. Tapi kan perlu waktu beberapa tahun untuk melokalkan sebuah standar, sementara kami sudah kebelet untuk mendapatkan referensi tersebut. Alternatifnya yaaa apalagi kalo ndak mencari di situs - situs berbagi berkas. Saya ndak menyebutkan nama situsnya biar ndak dikira ngiklan. Â Selama ini beberapa dokumen berbayar memang bisa dibajak secara gratis di situs semacem itu. Pemilik aslinya ada yang institusi akademik, ada yang konsultan, yaaahhh beragam lah. Cukup dengan memelototi daftar hasil penelusuran, bersabar barang sejenak dua jenak, dokumen yang diinginkan pun akan tersaji. Semudah itu? Ohhh tentu tidak, yang namanya apes ataupun sial akan selalu berpasangan dengan kegagalan............... Lhooo? Kapan berhasilnya? #glodagh Naahhh mari kita mengabsen berbagai macam kesialan yang ada. Misal tuh yaaa, sudah capek - capek menunggu hasil pengunduhan ternyata...... jreng.... dokumennya terpassword. Lha? Passwordnya mana? Hmmm..... passwordnya ndak ada #cengengesan. Itu contoh sial pertama. Proteksi dokumen, walaupun bisa diakali tapi cukup mengganggu juga. Proteksi yang paling ringan adalah dokumen tersebut ndak bisa dicetak. Kalo itu sih masih bisa ditoleransi, masih ada metode screen capture untuk mengatasi hal tersebut. Tapi kalo yang diproteksi adalah select text/image..... nah itu baru bencana! Mosok mau copy-paste aja ndak bisa? Ya ketik ulang saja tho, habis perkara. Lha ya kalo yang diketik selembar dua lembar ndak apa, tapi kalo puluhan lembar? Trus gambarnya digambar ulang? Trimakasseeeeeehhhhh....... Faktor bahasa menjadi pelengkap kesialan. Lho, kan ada layanan terjemahan online? Ya ada sih, tapi kan harus copas ke sononya. Itupun terjemahannya belum tentu lempeng, kadang masih ada yang salah tafsir, gagal paham, ato semacemnya. Terlebih lagi kalau kita sendiri ndak pernah tahu bahasa ataupun karakter yang digunakan dalam dokumen tersebut. Contohnya seperti gambar satu ini #glodagh [caption id="attachment_175859" align="aligncenter" width="400" caption="Monggo..... silaken diterjemahkeun"][/caption] Tapi..... sebagaimana lintah selalu mendapatkan jalan untuk turun ke kali, anggota PPG pun akan selalu mendapatkan jalan untuk memperoleh dokumen gratisan. Semangka !!! SEMANGat KAkak !!! Jakarta 2012-04-20 Tjeritera ini dihantui oleh arwah @KoplakYoBand
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H