Mohon tunggu...
Indra Haryawan
Indra Haryawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang biasa - biasa sahaja. termasuk biasa ngutang tanpa bayar........

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bandung - Catatan Sebuah Perubahan

22 Juni 2011   13:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mumpung lagi di Bandung dan pernah tercatat sebagai penghuni resmi kabupaten Bandung, ndak ada salahnya nulis dikit tentang kota yang satu ini :) Salah satu kesan yang muncul setiap mendengar kata Bandung adalah suatu kota yang terkenal dengan kesejukannya sehingga oleh Belanda menjadi salah satu kota yang digunakan untuk tempat peristirahatan. Memang, Bandung dulunya cukup sejuk, setidaknya seperti itu yang saya rasakan pada tahun 90. Berjalan kaki dari daerah Karang Setra sampai ke GOR Pajajaran, sekitar 3 kiloan, masihlah belum terlalu berkeringat. Bahkan untuk mandi di pagi hari pun perlu berpikir agak panjang mengingat suhu air di bak mandi seakan-akan bersaudara kembar dengan air di lemari pendingin. Di seputar pusat kota pun masih terasa cukup sejuk di siang hari, terutama di seputaran GOR Siliwangi yang masih cukup rimbun. Saat ini Bandung terasa cukup panas, bahkan di malam hari pun masih terasa agak panas. Mencoba berjalan kaki di siang hari mungkin bisa menjadi alternatif lain dari mandi sauna :) Sejak pertengahan tahun 2005 jembatan Pasopati menjadi salah satu landmark dari kota Bandung. Jembatan ini dibangun dengan tujuan mengurangi kemacetan lalu lintas yang melewati bagian utara Bandung. Sebelum adanya kembatan ini, setelah keluar dari gerbang tol Pasteur, kita akan dihadapkan dengan kemacetan di persimpangan Pasir Kaliki - Pasteur dan kemudian harus berputar ke arah utara sebelum dapat menuju ke jalan Cihampelas atau jalan Riau yang terkenal sebagai sentra produk busana. Macetnya? Mungkin saja dulu tidak terlalu macet karena Bandung belum seramai sekarang. Setelah jalan tol Jakarta-Cikampek tersambung dengan jalan tol Padalarang-Cileunyi, yang memperpendek jarak tempuh Jakarta-Bandung, kemacetan semakin menggila. Perjalanan di dalam kota Bandung nyaris tidak berbeda seperti kemacetan Jakarta di pagi hari. Perubahan pola lalu lintas menjadi satu arah yang sudah dilakukan untuk mengatasi permasalahan kemacetan sebelumnya kembali menjadi tidak efektif karena volume kendaraan meningkat drastis pada saat libur. [caption id="attachment_115569" align="aligncenter" width="512" caption="Jembatan Pasopati Bandung dengan latar belakang pegunungan"][/caption] Perkembangan sebagai kota tujuan wisata belanja memicu pertambahan jumlah hotel di Bandung. Dari tingkat hunian yang mencapai 80-90 persen pada saat hari libur, prospek terhadap bisnis perhotelan di Bandung masih bisa dianggap sangat cerah. Terlihat dengan munculnya hotel berbintang yang berusaha menawarkan keunikan tersendiri sebagai faktor peningkat daya saing, seperti memilih lokasi strategis berdekatan dengan tempat belanja atau yang menawarkan pemandangan lembah dengan pepohonan alami di sebelah utara Bandung. [caption id="attachment_115570" align="aligncenter" width="512" caption="Jembatan Pasopati Bandung di malam hari"][/caption] Di balik daya tariknya, seperti halnya kota besar lain, Bandung juga menyisakan permasalahan. Selain permasalahan kemacetan dan pembuangan sampah yang memunculkan predikat sebagai kota sampah, Bandung juga terbebani oleh permasalahan kepadatan penduduk. Dengan kepadatan 14.228 orang per kilometer persegi pada tahun 2010, tentunya sangat jauh dari angka kepadatan yang ideal 1.000 orang per kilometer persegi. [caption id="attachment_115571" align="aligncenter" width="512" caption="Salah satu lokasi pemukiman padat penduduk di seputar Taman Sari"][/caption] Akan seperti apakah Bandung 10 tahun ke depan? Akankah menyandang predikat kota yang sumpek, macet, dan semrawut atau........ Jakarta 2011-06-22 Foto : dok pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun