Mohon tunggu...
Indra Haryawan
Indra Haryawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang biasa - biasa sahaja. termasuk biasa ngutang tanpa bayar........

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Angkutan Umum Jakarta = Angkutan Pembawa Maut?

28 Juli 2012   17:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:30 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore hari tadi, karena ada satu keperluan, untuk kesekian kalinya saya menggunakan jasa angkutan umum di ibukota negara tercinta ini. Metro mini, sebuah bis berukuran "tiga perempat" berwarna oranye, menjadi pilihan karena hanya kendaraan tersebut yang trayeknya melewati jalan di dekat tempat tinggal saya.

Karena penumpang cukup sepi, saya pun menuju tempat duduk favorit yaitu di belakang supir. Selain relatif berangin dan lebih dekat ke pintu, juga posisi tersebut relatif aman jika ada gerombolan copet yang beraksi. Yang menarik adalah di bagian atas, dekat kaca spion dalam, tergantung dua buah kartu identitas pengemudi. Iseng saya mencoba mengamati foto yang tertera di dalam kartu identitas tersebut, ternyata tidak ada satupun yang mirip dengan wajah sang sopir yang terlihat masih cukup muda.

Seperti biasanya metro mini tersebut menunggu penumpang di pinggir jalan sampai metro mini berikutnya datang. Seperti biasanya pula, karena posisi kendaraan yang berada di tikungan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan, tak berapa lama pun kemacetan mulai terjadi. Kendaraan yang  berusaha melewati metro mini yang saya naiki terhalang oleh kendaraan lain yang datang dari arah berlawanan. Segeralah suara klakson kendaraan bersahutan. Mendadak, saat sebuah kendaraan roda dua mendahului, terdengar makian dari sang pengendara kendaraan roda dua tersebut. Isi makiannya tak perlulah diceritakan di sini :) Pastinya sang sopir metro mini langsung terpancing amarahnya dan memaki balik dengan beberapa rentetan kalimat makian.

Tak cukup sampai di sana, sang sopir pun segera menjalalankan kendaraannya, padahal belum ada metro mini lain yang akan menempati lokasi ngetem tersebut. Walaupun kondisi jalanan relatif padat, sang sopir berusaha untuk mengejar sang pengendara roda dua. Sambil mengemudi sang sopir masih tetap berkicau dengan mengumbar emosi. Saat jalanan kembali macet, sang sopir pun memerintahkan kondekturnya untuk berlari mengejar pengendara roda dua yang terlihat juga terjebak kemacetan. Untungnya (atau sayangnya?) sang pengendara roda dua bisa meloloskan diri dari kemacetan. Seandainya tertangkap oleh sang kondektur, mungkin saya akan punya dokumentasi foto :)

Selesai? Ternyata tidak. Sang sopir yang masih naik darah menjalankan kendaraannya secara serampangan. Gas pol rem pol, kalau menurut istilah seorang teman, alias akselerasi dan pengereman selalu dilakukan secara mendadak. Sepanjang jalan hingga saya turun di tempat tujuan, cara mengemudi sang sopir masih tidak berubah. Seandainya ada kendaraan lain yang tersenggol, mungkin juga artikel ini akan menjadi lebih panjang. Atau bisa juga saya menuliskan artikel ini dari ranjang rumah sakit, jika yang diajak bersenggolan adalah salah satu benda masif yang tidak bergerak.

Mendadak saya teringat dengan dua orang kenalan yang pernah menjadi korban keganasan angkutan umum di Jakarta. Keduanya mengalami kecelakaan setelah sepeda motornya "tersenggol" oleh angkutan umum. Salah satu kawan "hanya" mengalami retak tulang. Sialnya, sang sopir tidak dapat sepenuhnya dimintai tanggung jawab karena hanya sopir tembakan. Sang pemilik kendaraan pun lepas tangan dan menyalahkan sang sopir. Di lain lokasi dan waktu, salah seorang teman hanya mengalami luka ringan setelah motornya juga tersenggol kendaraan umum yang ugal - ugalan, tetapi tunangannya harus merelakan sebelah paru - parunya untuk diangkat karena sobek terkena patahan tulang rusuk. Kendaraan penabraknya melarikan diri tanpa pernah bisa dilacak identitasnya.

Jakarta 2012-07-29

Gas pol keprhatinan oleh @koplakYoBand

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun