Mohon tunggu...
Indra Haryawan
Indra Haryawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang biasa - biasa sahaja. termasuk biasa ngutang tanpa bayar........

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Stasiun Bandung - Masa Lalu Yang Tergusur Masa Kini

28 Mei 2011   13:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:07 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Bandung Tahun 1930

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Stasiun Bandung Tahun 1930 (Sumber : Wikipedia)"][/caption] Mumpung mendapat kesempatan dinas luar ke kota Bandung dan menginap di sebuah hotel di dekat Stasiun Hall atau Stasiun Bandung (kode stasiun : BD), jadilah curi-curi waktu untuk sekedar nostalgia. Belasan tahun yang lalu saya cukup akrab dengan stasiun ini karena sering menggunakan jasa angkutan kereta api untuk bepergian ke luar kota. Dari mulai Badra Surya, Pasundan, Mutiara Selatan, Turangga, Parahyangan, Lodaya, mungkin hanya Kereta Rel Diesel (KRD) yang belum pernah :) Sepanjang ingatan saya, tidak banyak perubahan terjadi pada bangunan stasiun di sisi selatan. Bahkan jika dibandingkan dengan foto jaman penjajahan Belanda dulu juga tidak banyak terjadi perubahan. Perbedaannya mungkin hanya pada monumen di depan gerbang stasiun yang diganti menjadi Monumen Purwa Aswa Purba. [caption id="attachment_111063" align="aligncenter" width="320" caption="Monumen Purwa Aswa Purba"][/caption] Interior stasiun tidak banyak berubah. Masih teringat bangunan dengan langit langit tinggi, loket penjualan tiket kereta kelas ekonomi yang berwarna coklat dengan mbak-mbak penjual tiket yang nyaris tidak pernah tersenyum. Sedikit perubahan yang terjadi adalah pada bagian atas loket yang sekarang menampilkan jadwal kereta dengan warna yang sepertinya tidak terlalu klop dengan latar belakangnya. Tak apalah yang penting lebih informatif dan lebih mudah dilihat dibanding harus berdesakan di depan papan kecil dan tulisan yang kecil-kecil pula [caption id="attachment_111064" align="aligncenter" width="320" caption="Loket Tiket Kelas Ekonomi"][/caption] Pintu masuk ke peron juga tidak berubah, sebuah pintu sempit yang terdiri dari 4 daun pintu dari jeruji besi yang lebih sering terbuka hanya satu atau dua saja. Oh ya, di bagian atas pintu peron terlihat ada sesuatu yang baru tapi masih tertutup kain, mungkin saja tempat untuk reklame. Loket penjualan tiket KRD terlihat sedikit berbeda. Kalau dulu hanya berupa loket dengan atap tertutup dari bahan kayu yang berwarna coklat, kali ini loket setengah terbuka dengan warna kuning mencolok. Loket untuk mengurus tiket dinas (SAD/SAP/Kasus) juga masih seperti dulu, berwarna coklat agak kusam [caption id="attachment_111065" align="aligncenter" width="320" caption="Pintu Masuk Stasiun"][/caption] Bagian peron ada perbaikan, kalau dulunya hanya berupa peron datar dan setiap kereta datang petugas akan buru-buru menarik tangga untuk digunakan penumpang, sekarang sudah tidak perlu lagi. Peron sudah dibuat berundak. Warna lantai peron pun cukup meriah, didominasi dengan warna putih berbintik-bintik dan garis kehijauan pada bagian pinggir telundak. Sayangnya lantai peron tidak menggunakan penanda khusus untuk penyandang tuna netra. [caption id="attachment_111083" align="aligncenter" width="320" caption="Bagian Peron Stasiun Lama"][/caption] Perubahan yang agak mengecewakan adalah adanya sebuah mini market yang eksteriornya sama sekali tidak menyatu dengan interior stasiun. Seharusnya exterior yang digunakan tidak terlalu mencolok sehingga stain glass yang menjadi ciri khas stasiun tersebut tidak tersaingi sebagai pusat perhatian. [caption id="attachment_111085" align="aligncenter" width="320" caption="Bagian Dalam Pintu Gerbang Stasiun"][/caption] Yah, apa mau dikata, masa lalu memang pasti akan tergusur oleh masa kini. Tapi setidaknya kita bisa mencoba untuk menyisakan sedikit masa lalu sebagai cerita untuk dikenang, sebagai dongeng bagi anak cucu kita. Bandung 2011-05-28

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun