Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng
Ahmad Sugeng Mohon Tunggu... Buruh - Pencinta Sejarah Lombok

Lombok Files

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Pemuka Sasak dalam Perundingan dengan Belanda

29 April 2021   14:25 Diperbarui: 29 April 2021   14:23 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PARA PEMUKA SASAK TIMUR YANG IKUT DALAM PERUNDINGAN

Sejak raja merasa usianya telah lanjut dan menyerahkan roda pemerintahan kepada kedua orang puteranya, keharmonisan yang selama ini telah tercipta mulai mengalami berbagai keretakan. Penyebabnya adalah gaya pemerintahan AA Made Karangasem yang keras dan tidak bijaksana. Kendati AA Ketut Karangasem ikut dalam pemerintahan dan merupakan Putera Mahkota, namun karena kekurangcakapan serta sifatnya yang tidak ambius, ia tidak berdaya menghadapi perilaku Made yang lebih tua dari dirinya.

Pada 7 Agustus 1891, meletuslah perlawanan Sasak Timur terhadap Kerajaan. Penyebabnya mudah ditebak,  yaitu kekecewaan beberapa pemuka Sasak terhadap pola pemerintahan Made Karangasem. Kebijakannya sering merugikan masyarakat Sasak.  Penyebab lainnya adalah adanya penolakan Praya untuk melaksanakan Apeti Getih (wajib militer), yang mana pada 22 Juni 1891, raja memerintahkan pengiriman pasukan Sasak untuk membantu Kerajaan Karang Asem yang tengah berperang melawan Klungkung.

Belanda yang sejak 1843, sangat berhasrat menguasai Lombok, memanfaatkan perang antara Sasak dengan Kerajaan Mataram sebagai pintu masuk untuk ikut campur tangan.  Terlebih pada kurun waktu antara tahun 1891 sampai dengan 1892, beberapa tokoh Sasak mengirim sedikitnya 5 pucuk surat ke Belanda. Isi surat-surat tersebut pada intinya adalah, meminta kehadiran Belanda di Lombok untuk membantu perjuangan rakyat Sasak dalam melawan raja Karang Asem Mataram.

Dalam rangka mencari jalan keluar dari perseteruan ini tanpa harus melalui pertempuran,  pada 24 Juni 1894 Belanda menggelar  konfrensi pertama dengan tokoh tokoh Sasak di Dasan Lekong. Pihak Belanda diwakili oleh Liefrinck, sedangkan dari pihak Sasak diwakili oleh Raden Wiranom dari Pringgabaya, Raden Melayu Kusuma dari Masbagek, Raden Sribanom dari Rarang, Mamik Mustiaji dari Kopang, Mamiq Ginawang dari Batukliang dan Mamiq Nursasi dari Sakra, sedangkan Mamiq Bangkol dan Mamiq Sapian tidak hadir dan hanya mengirim wakilnya dalam pertemuan tersebut.

Pada 16 Juli 1894, bertempat di Labuhan Haji, Belanda kembali melakukan pertemuan dengan tokoh Sasak. Dari delapan tokoh Sasak terkemuka, hanya tiga orang yang hadir. Yaitu, Mamiq Kertawang dari Sakra, Mamiq Ginawang dari Batukliang dan Raden Melayu Kusuma dari Masbagek. Daerah lainya hanya mengirimkan wakilnya.

Dalam pertemuan itu Liefrinck menjelaskan, bahwa militer Belanda sudah menduduki Mataram dan Cakranegara dan meminta agar tokoh tokoh Sasak tersebut mau datang ke Cakranegara. Tujuannya adalah untuk melakukan perundingan dengan pihak Karang Asem Mataram dan Belanda akan menjadi penengahnya.

Namun pihak Sasak tidak berkenan dengan gagasan Liefrinck tersebut, dan mengajukan berbagai alasan yang dibuat-buat untuk menolak hadir ke Cakranegara. Karena tidak puas hanya menemui tiga orang tokoh, maka Liefrinck pada tanggal 17 dan 19 Juli menemui Mamiq Sapian dan Raden Wiranom. Namun kedua tokoh ini juga enggan untuk datang ke Cakranegara.

Pada 4 dan 6 Agustus 1894, konfrensi yang ke-3 antara Belanda dengan Sasak kembali digelar dan bertempat di Labuhan Haji. Kali ini pihak Belanda kali ini diwakili oleh Jendaral Vetter dan Residen Dannenbargh, sedangkan dari pihak Sasak, seluruh tokoh terkemuka hadir pada pertemuan itu. Tokoh-tokoh Sasak itu antara lain Raden Wiranom dari Pringgabaya, Raden Widana dari Jonggat, Mamiq Kertawang dari Sakra, Mamiq Ginawang dari Batukliang, Raden Sribanom dari Rarang, Raden Melayu Kusuma dari Masbagek dan Mamiq Mustiaji dari Kopang.

Pada pertemuan ini pihak Sasak mengajukan 8 tuntutan serta keberatan yang harus dipenuhi jika harus berunding dengan pihak Karang Asem Mataram. Oleh Belanda, 8 tuntutan itu diakomodir dengan memberikan 6 jaminan. Setelah semua pihak sepakat, pada 8 Agustus 1894, pihak Belanda dan Sasak yang diwakili oleh Mamiq Mustiaji, Raden Melayu Kusuma dan Raden Sribanom berangkat menuju Ampenan untuk selanjutnya akan melakukan perundingan dengan Karang Asem Mataram di Cakranegara.

Kita tahu bagaimana akhir dari kisah ini. Ketika semua pihak telah sepakat dan tinggal menunggu penandatanganan dari naskah perjanjian tersebut, terjadilah serangan mendadak pada malam 25 Agustus 1894, yang memporak-porandakan pasukan Belanda dan menewaskan Jenderal van Ham. Otomatis seluruh solusi damai yang diupayakan melalui meja perundingan tinggal menjadi masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun